TEMPO.CO, Jakarta - SETARA Institute dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) mencatat Hak Sipil dan Politik atau Hak Sipol di Indonesia mengalami penurunan skor 0,1 menjadi 3,1 dalam Indeks Kinerja HAM 2022.
SETARA Institute dan INFID mengatakan skor 3,1 Hak Sipol ini jauh dari kata membaik. Pasalnya, variabel Hak Sipil mengalami kecenderungan mencatat skor buruk setiap tahunnya. SETARA Institute dan INFID menilai upaya perlindungan dan penghormatan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat masih jauh dari harapan. Adapun skor rata-rata nasional adalah 3,3.
“Alih-alih beranjak lebih baik, skor pada indikator ini justru mengalami regresi sebesar 0,1 dari tahun sebelumnya dan selalu menjadi indikator penyumbang skor terendah pada Indeks Kinerja HAM tiap tahunnya,” menurut ringkasan eksekutif Indeks Kinerja HAM 2022 SETARA Institute dan INFID yang dirilis pada Sabtu, 10 Desember 2022.
Pemberian nilai terhadap praktik pemajuan HAM dalam indeks ini dilakukan melalui metode survey purposive sampling. Survey dilakukan terhadap 100 ahli yang telah dipilih dan ditetapkan SETARA Institute dan INFID dengan klasifikasi dan kategori yang relevan dengan penelitian ini.
Baca juga: AJI Gelar Aksi Tolak Pengesahan RKUHP: Berpotensi Kekang Kebebasan Berekspresi
Mereka adalah, akademisi, aktivis HAM, tokoh masyarakat, dan tokoh agama, yang relevan dengan isu penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM di Indonesia.
Pengukuran diberikan terhadap 6 indikator Hak Sipol dan 5 indikator Hak Ekosob serta 19 indikator untuk Isu HAM Khusus yang terdiri dari 6 indikator isu HAM Papua dan 13 indikator untuk isu kelompok minoritas.
Nilai dari setiap indikator berasal dari rata-rata nilai seluruh sub-indikator dalam satu indikator. Adapun basis pengukuran dan pengumpulan data berasal dari berbagai sumber dan proses di antaranya berasal dari dokumen yang mencatat kinerja HAM pemerintah, laporan media dan laporan berbagai lembaga yang relevan maupun respons terhadap peristiwa-peristiwa penting terkait HAM yang kemudian diolah menjadi narasi penegakan HAM.
Dalam indeks ini, skala pengukuran ditetapkan dengan rentang nilai 1-7, di mana angka 1 menunjukkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM yang paling buruk dan angka 7 menunjukkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM yang paling baik.
Adapun enam subindikator Hak Sipol antara lain hak hidup, kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak turut serta dalam pemerintahan, serta kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Dari enam subindikator tersebut, kebebasan berekspresi dan berpendapat menyumbang skor terkecil dengan 1,5. Sementara hak hidup dan hak atas rasa aman pada skor sama 3,3. Kemudian hak memperoleh keadilan pada skor 3,6. Lalu yang tertinggi adalah kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan hak turut serta dalam pemerintahan. Kedua subindikator tersebut berada pada skor 3,7.
Selain indikator Hak Sipol, skor terendah juga terjadi pada indikator Isu HAM Khusus dengan skor 2,5. Isu HAM Papua juga belum mengalami kemajuan dengan subindikator yang bahkan tidak menyentuh skor 2,5.
Adapun peningkatan skor pada Indeks Kinerja HAM 2022 ini disumbang oleh indikator-indikator pada variabel Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya atau Hak Ekosob, terutama hak atas pendidikan sebagai penyumbang skor terbesar pada variabel tersebut.
Meski demikian, angka 4,4 pada indikator hak atas pendidikan ini sebetulnya mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan skor pada Indeks Kinerja HAM 2020, yaitu pada angka 4,6.
Berdasarkan Indeks Kinerja HAM 2022 ini, SETARA Institute dan INFID meminta Presiden Joko Widodo kembali meneguhkan kembali janji politiknya dalam pemajuan HAM di sisa dua tahun kepemimpinannya. Presiden Jokowi bisa melakukan ini dengan memperkuat politik kemajuan HAM melalui pengarusutamaan program-program yang terukur dan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap nilai-nilai HAM.
Baca juga: PWI Sebut RKUHP Hidupkan Lagi Situasi Kolonialisme yang Hidupkan Penindasan