TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) mengatakan Hakim Wahyu Iman Santoso masih bisa memimpin sidang setelah tim kuasa hukum terdakwa Kuat Ma’ruf mengadukannya ke KY. Hakim Wahyu dituduh melanggar Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan menunjukkan sikap keyakinan terhadap terdakwa.
Juru bicara Komisi Yudisial Miko Ginting mengatakan KY akan memverifikasi apakah aduan ini bisa ditindaklanjuti atau tidak. Namun, ia mengatakan tidak ada waktu definitif untuk pemeriksaan dan tergantung juga pada kualitas bukti yang diajukan.
Meski demikian ia mengatakan masih terlalu jauh jika membicarakan rekomendasi sanksi. Ia juga memastukan tidak akan ada sanksi tanpa melakukan pemeriksaan. Selama pemeriksaan ini, Hakim Wahyu masih bisa untuk memimpin sidang.
“Hakim yang bersangkutan masih bisa memimpin sidang karena itu dua area yang terpisa. KY akan proses terlebih dahulu laporannya. Yang pasti tidak ada sanksi tanpa dilakukan pemeriksaan,” kata Miko saat dihubungi, Sabtu, 10 Desember 2022.
Baca: Richard Eliezer Ungkap Alasan Tak Tolak Perintah Ferdy Sambo untuk Tembak Yosua
Sebelumnya, tim kuasa hukum Kuat Ma’ruf melaporkan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso ke Komisi Yudisial pada Rabu 7 Desember 2022. Irwan menilai Wahyu melanggar Pasal 158 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut berbunyi hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.
Dianggap Tendensius
Hal tersebut disampaikan kuasa hukum Kuat Ma'ruf, Irwan Irawan, pada Kamis 8 Desember 2022. Ia menjelaskan pelaporan tersebut disebabkan tim kuasa hukum menilai Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Wahyu kerap kali mengeluarkan pernyataan yang tendensius.
"Terkait kode etik dalam persidangan sebab yang terkait pertanyaan yang tendensius," kata Irwan dalam keterangan tertulis.
Irwan menambahkan pertanyaan hakim Wahyu tersebut dinilai bisa merugikan kliennya. Oleh sebab itu, tim kuasa hukum melaporkan hakim Wahyu kepada KY.
"Itu juga tidak hanya berdampak buruk bagi kredibilitas dirinya, tapi juga berdampak buruk pada kredibilitas institusi pengadilan di Indonesia," ujar dia.
Hakim Wahyu Iman Santoso memimpin sidang perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan lima terdakwa, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Pada 17 Oktober lalu Ferdy Sambo cs didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka terancam hukuman maksimal hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup.
Khusus untuk Ferdy Sambo, jaksa juga mendakwanya karena merintangi penyidikan dengan Pasal 49 jo Pasal 33 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau dakwaan primer Pasal 233 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
EKA YUDHA SAPUTRA | MIRZA BAGASKARA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.