TEMPO.CO, Jakarta - Tim Advokasi untuk Kemanusiaan dan keluarga korban gagal ginjal akut pada anak melakukan audiensi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada hari ini, Jumat, 9 Desember 2022. Keluarga korban mengadukan soal minimnya perhatian pemerintah terhadap mereka.
Anggota tim advokasi, Awan Puryadi, menyatakan empat keluarga korban hadir dalam audiensi itu. Dia menyatakan mendapatkan kuasa dari 25 keluarga korban.
"Sebenarnya komunikasi kami intens dgn 50 korban, yang memberi kuasa kepada kami sementara ini 25 korban," kata dia usai pertemuan di gedung Komnas HAM.
Dari empat keluarga pasien tersebut, menurut Awan, tiga pasien diantaranya telah meninggal semantara satu lainnya masih menjalani perawatan.
BPJS tak tanggung semua biaya pengobatan korban
Awan menyatakan menyatakan mereka mengadukan soal minimnya perhatian yang diberikan pemerintah terhadap korban, baik yang masih menjalani perawatan maupun yang telah meninggal.
“Terutama masalah penanganan yang sedang dirawat di mana dicover oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) saja tanpa ada kekhususan,” kata Awan.
Awan menyatakan bahwa janji pemerintah bahwa biaya penanganan pasien gagal ginjal akut seluruhnya akan ditanggung BPJS Kesehatan selama ini tak terbukti.
Menurut dia, keluarga korban masih harus mengeluarkan dana dari kocek pribadi karena pihak rumah sakit menyatakan obat maupun perlatan yang dibutuhkan korban kosong. Alhasil, keluarga harus membeli dari luar rumah sakit sementara mekanisme penggantian dari BPJS Kesehatan tak jelas.
Selain itu, menurut Awan, masalah ini juga berdampak pada keberlangsungan hidup keluarga korban. Pasalnya, menurut dia, beberapa ibu dan ayah korban harus meninggalkan pekerjaannya. Mereka diharuskan pihak rumah sakit untuk siaga selama anaknya menjalani perawatan.
“Termasuk selama 3 bulan harus meninggalkan pekerjaannya, fokus kepada anak, dan berjuang sendirian tanpa ada yang memperhatikan,” tutur Awan.
Tanggapan Komnas HAM
Komisioner Bidang Pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan, yang menemui keluarga korban menyatakan akan memproses aduan keluarga pasien gagal ginjal akut tersebut. Dia menyatakan mereka akan membahas aduan ini dalam rapat paripurna Komnas HAM.
“Kita akan membentuk tim ad hoc nanti tapi kita sampaikan dulu di paripurna,” kata Hari pada kesempatan yang sama.
Akan tetapi, Hari menyatakan belum dapat memastikan kapan rapat tersebut akan digelar. Dia hanya menyatakan rapat akan digelar dalam waktu dekat.
Korban mengajukan gugatan class action
Sebelumnya, sebanyak 25 keluarga korban gagal ginjal akut mengajukan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka menggugat secara perdata sembilan pihak untuk bertanggung jawab atas kondisi anaknya. Kesembilan pihak itu adalah Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, dan PT Megasetia Agung Kimia.
Kementerian Kesehatan menyatakan kasus gagal ginjal akut terjadi karena konsumsi obat sirup yang tercemar Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) di luar batas aman. BPOM pun telah mengidentifikasi sejumlah obat yang tercemar tersebut dan menarik izin edarnya.
Kementerian Kesehatan pada awal November 2022 lalu menyatakan tak ada lagi kasus baru gagal ginjal akut. Menurut data mereka, sepanjang Januari hingga November lalu terdapat 323 kasus gagal ginjal akut dengan 190 anak diantaranya dinyatakan meninggal.
Bareskrim Polri dan BPOM saat ini telah menetapkan empat perusahaan sebagai tersangka dalam kasus gagal ginjal akut ini. Mereka adalah PT Afi Farma, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Yarindo Farmatama sebagai produsen obat sirup dan CV Samudera Chemical sebagai pemasok bahan baku obat yang diduga tercemar EG dan DEG.
ALFITRIA NEFI PRATIWI