TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah berencana menggelar rapat pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP. Rencana ini dilakukan di tengah berbagai kontroversi di masyarakat terhadap isi RKUHP.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyebut, jika RKUHP disahkan, maka hal ini bisa menyebabkan kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah diselidiki mereka dianggap tak pernah terjadi.
Alasannya, pasal terkait pelanggaran HAM berat di RKUHP belum bisa dipastikan akan memiliki asas-asas khusus atau tidak seperti di UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
Baca juga: Penolakan Terhadap Pengesahan RKUHP Terus Menguat, Ini Tanggapan Menkopolhukam Mahfud MD
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, berkata ada dua asas penting yang belum dipastikan akan dimiliki pasal pelanggaran HAM berat di RKUHP atau tidak, yaitu asas retroaktif dan tidak mengenal daluarsa. Ia menjelaskan dua asas tersebut penting agar penyelidikan dan penyidikan kasus pelanggaran HAM berat bisa dapat terus berlangsung tanpa batas waktu.
"Di dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang pengadilan HAM dua asas ini sudah ada di dalamnya," kata dia pada Senin, 5 Desember 2022.
Anis menyebut total ada 15 kasus pelanggaran HAM yang berpotensi menghilang jika RKUHP disahkan. Ia menjelaskan 15 kasus tersebut merupakan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di waktu lampau.
"Padahal secara fakta di peristiwa-peristiwa tersebut ditemukan korban dari hasil penyelidikan," kata Anis saat ditemui di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.
Adapun 15 kasus yang dimaksud adalah Timor timur 1999, Tragedi Tanjung Priok, kasus pelanggaran HAM di Abepura, pembantaian massal periode tahun 1965-1966, penembakan misterius, kasus Talangsari. Lalu ada kasus yang berkaitan dengan kejadian 98 seperti , Trisakti, semanggi I, dan semanggi II.
Selanjutnya, kasus kerusuhan Mei 1998, kasus penghilangan orang secara paksa 1997-1998, pelanggaran HAM di Wasior dan Wamena, kasus pembunuhan dukun santet. Ada juga beberapa kasus pelanggaran HAM di Aceh seperti Tragedi Simpang KKA, kasus pelanggaran HAM Jambo Keupok, Kasus Rumah Geudong, dan tragedi Timang Gajah 2000-2003.
Wakil Komisioner Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, menyebut pihaknya siap melakukan judicial review bila nantinya ada problem penegakan HAM yang muncul setelah RKUHP disahkan. Ia berkata Komnas HAM akan aktif mendiskusikan perubahan mekanisme penegakan HAM setelah implementasi RKUHP yang baru tersebut.
"Seperti yang pernah dikatakan pemerintah, bila tidak puas ajukan judicial review ini salah satu langkah yang akan kami pertimbangkan nanti jika terdapat kendala," ujar Haris dalam konferensi pers.
Baca juga: Ini Poin Permasalahan RKUHP yang Ditolak oleh Koalisi Masyarakat Sipil