TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengagendakan penahanan atau upaya paksa terhadap para tersangka kasus korupsi LNG (Liquid Natural Gas atau gas alam cair) PT Pertamina tahun 2011-2021. Agenda tersebut direncanakan akan dilakukan pada akhir tahun ini.
Deputi Penindakan KPK, Karyoto, menyebut proses penahanan sedang diupayakan oleh KPK. Ia menambahkan target akhir Bulan Desember 2022 sudah mulai ada upaya paksa dari KPK.
Karyoto juga menyatakan KPK telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus ini. Akan tetapi, dia tak menyebutkan identitas para tersangka tersebut.
"Pada saatnya keenam tersangka akan upaya paksa mudah-mudahan sebelum tahun ini berakhir," kata Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Senin 5 Desember 2022.
Rencana penahanan oleh KPK tersebut didasari agar para tersangka tidak dapat berpergian ke luar negeri. Mengingat batas waktu pencekalan yang hampir habis pada 8 Desember 2022 nanti.
Koordinasi dengan BPK soal penghitungan kerugian negara
Karyoto juga menambahkan saat ini KPK masih terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK soal penghitungan kerugian negara akibat korupsi tersebut.
"Koordinasi dengan BPK sudah mulai intens, kita hanya mengukur waktu pastinya keenam tersangka akan dilakukan upaya paksa," ujar dia.
Korupsi LNG diambilalih dari Kejaksaan Agung pada akhir 2021
KPK melakukan penelusuran terhadap kasus korupsi LNG PT Pertamina pada akhir 2021. Mereka mengambil alih kasus yang sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Agung tersebut.
Komisi Anti Rasuah hingga saat ini belum mengumumkan secara resmi siapa para tersangka yang telah mereka tetapkan. Akan tetapi, KPK telah mencekal empat orang dalam kasus ini.
Mereka adalah Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 Karen Agustiawan; pelaksana tugas Direktur Utama Pertamina periode Februari 2017-Maret 2018, Yenny Andayani; mantan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyulianto; dan putra Karen, Dimas Muhammad Aulia, yang bekerja sebagai trader di PPT Energy Trading Co Ltd.
Selain Karen, sejumlah petinggi PT Pertamina lainnya telah diperiksa oleh KPK. Mereka diantaranya adalah mantan Direktur Utama Pertamina, Dwi Seotjipto; mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Nur Pamudji; dan Direktur Sumber Daya Manusia dan Penunjang Bisnis Pertamina Patra Niaga Isabella Hutahaean.
BPK dan lembaga audit asal Inggris, PricewaterhouseCooper mempermasalahkan pembelian LNG dari perusahaan asal Amerika Serikat Corpus Christi yang kontraknya ditandatangani pada periode 2013-2015. Mereka menilai pengadaan LNG oleh Pertamina bermasalah karena tidak memiliki analisis supply and demand yang valid.
Alhasil, Pertamina mengalami supply LNG berlebihan dan harus menjualnya ke lantai bursa di bawah harga beli. Penjualan LNG itu dilakukan melalui PPT Energy Trading Co Ltd, anak perusahaan PPT Energy Trading Tokyo yang 50 persen sahamnya dimiliki Pertamina.
Perusahaan plat merah itu pun disebut merugi ratusan miliar akibat korupsi LNG tersebut.