Koalisi masyarakat sipil juga mempermasalahkan pasal 100 tentang masalah pidana mati. Menurut Arif, dalam rapat pembahasan RKUHP antara pemerintah dan DPR pada 24 November 2022 lalu, disepakati bahwa masa percobaan 10 tahun sebagai penundaan eksekusi pidana mati harus diberikan secara otomatis dan pada seluruh terpidana tanpa terkecuali.
Dengan demikian, tidak perlu ada lagi pengaturan tentang hal-hal yang dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan masa percobaan 10 tahun tersebut, karena harus diberikan secara otomatis.
Namun, kata Arif, dalam Pasal 100 ayat (1) poin a dan b masih dimuat komponen pertimbangan hakim tersebut.
Koalisi masyarakat sipil pun menilai sebaiknya RKUHP tak lagi memuat hukuman pidana mati. Alasannya, hukuman ini tidak lagi sesuai untuk negara demokratis seperti Indonesia.
"Sedari awal pidana mati harus dihapuskan karena tidak lagi sesuai dengan negara demokratis. Pun juga soal masa percobaan yang seharusnya diberikan secara otomatis harus dijamin, tidak hanya jargon," katanya mengungkapkan.
Pasal 256 soal larangan unjuk rasa
Tidak hanya itu, dalam pasal 256 tentang larangan unjuk rasa tanpa pemberitahuan yang mengakibatkan terganggunya pelayanan publik, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp.10 juta.
Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa pemberitahuan bukan merupakan izin, sehingga hanya perlu pemberitahuan saja ke aparat yang berwenang. Pengaturan ini sudah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 soal Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Bahwa soal unjuk rasa hanya dengan pemberitahuan.
Menanggapi pasal ini, Arif menilai membawa Indonesia lebih buruk dari jaman kolonial. Alasannya, hukuman dalam pasal ini lebih tinggi dari hukuman pada pasal 510 KUHP yang berlaku saat ini.
"Pasal ini jauh lebih kolonial dari hukum buatan kolonial, asal pasal ini dari Pasal 510 KUHP yang ancaman pidananya hanya pidana penjara 2 minggu, sedangkan dalam Pasal 256 RKUHP menjadi 6 bulan pidana penjara."
Selanjutnya, Pasal 188 soal larangan penyebaran ajaran yang bertentangan dengan Pancasila