TEMPO.CO, Jakarta -Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai oleh pegiat lingkungan memiliki potensi tersembunyi menyebabkan kerusakan pada kelestarian alam. Juru Kampanye Hukum dan HAM Trend Asia, Adhitya Augusta, menilai ada beberapa pasal RKUHP yang seakan memberikan keuntungan bagi para perusak lingkungan.
Saat ini, Indonesia masih menggantungkan pendapatan negara pada sektor energi kotor seperti pertambangan. Adhitya mengatakan adanya pasal penghinaan presiden atau lembaga negara di RKUHP bisa saja dijadikan alat untuk mengkriminalkan warga yang menolak pembangunan sektor energi kotor di daerahnya.
"Pertambangan ini kan masuk ke dalam sektor strategis nasional oleh pemerintah yang pastinya akan dijaga ketat oleh aparat penegak hukum. Bisa saja warga yang menolak nantinya akan dikriminalisasi dengan pasal-pasal tersebut,” kata dia pada Ahad 4 Desember 2022.
Adhit mencontohkan peristiwa yang menimpa warga Indramayu saat melakukan aksi penolakan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU. Menurutnya beberapa warga kemudian dikenai pasal penghinaan bendera negara hanya karena saat berdemo membawa bendera negara sebagai simbol perjuangan mereka.
"Coba bayangkan pasal tersebut diperkuat lagi di dalam RKUHP. Tentu akan semakin memperbanyak opsi pasal yang digunakan untuk mempidanakan warga," tutur Adhit saat dihubungi oleh Tempo.
Perusak Lingkungan Dihukum Ringan
Selain soal pasal pemidanaan, Trend Asia juga menyoroti pasal mekanisme hukuman bagi para perusak lingkungan. Adhit berkata pasal-pasal yang ada di dalam RKUHP banyak yang mereduksi hukuman pelaku kerusakan lingkungan tersebut.
"Misalnya saja hukuman untuk kelalaian perusakkan lingkungan. Di UU Perlindungan Lingkungan tahun 2009 pelaku persukan lingkungan dengan sengaja bisa dijatuhi hukuman tiga tahun dengan denda Rp. 3 miliar sementara di RKUHP hukumannya menjadi dua tahun dengan denda Rp. 2 miliar,” ujar Adhit.
Lebih parah lagi, Adhit menyebut, adalah hukuman bagi para pelaku kejahatan lingkungan yang dilakukan karena kelalaian. Pada UU Perlindungan Lingkungan tahun 2009 pelaku dihukum kurungan bui selama tiga tahun dan denda Rp 3 miliar sementara di RKUHP hanya dua tahun penjara dengan denda Rp. 50 juta saja.
"Nah belum lagi membedakan antara kelalaian dan kesengajaan itu seringkali sulit dilakukan karena untuk menilai niat kan sulit dibuktikan. Tentu ini bisa dijadikan celah agar hukuman yang dijatuhkan bisa serendah mungkin,” kata aktivis lingkungan tersebut.
Baca Juga: Lika-liku RKUHP: 9 Pasal Akhirnya Disepakati Komisi Hukum DPR dan Kemenkumham