TEMPO.CO, Jakarta - Isu penutupan KA Argo Parahyangan jika Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) beroperasi ramai diperbincangkan netizen. Perbincangan itu menyusul pernyataan yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut
Sejarah KA Argo Parahyangan
Dikutip dari Bisnis.com, KA Argo Parahyangan merupakan hasil peleburan KA Argo Gede dan KA Parahyangan yang beroperasi pertama kali pada 27 April 2010. KA Parahyangan tercatat telah beroperasi sejak 31 Juli 1971.
Karena tergolong sebagai rangkaian kereta tua, masyarakat jauh lebih mengenal dan akrab dengan KA Parahyangan daripada KA Argo Parahyangan. Merespons kekecewaan tersebut, PT KAI (persero) memutuskan untuk menyambung rangkaian KA Argo Gede dan Parahyangan menjadi KA Argo Parahyangan.
Fasilitas KA Argo Parahyangan
KA Argo Parahyangan beroperasi setiap hari dengan jumlah perjalanan sebanyak 9 kali pulang dan pergi. Dengan rute sepanjang 166 kilometer, KA Argo Parahyangan diperkirakan membutuhkan waktu tempuh antara 3 jam hingga 3 jam 15 menit.
KA Argo Parahyangan menyediakan kelas ekonomi dan eksekutif bagi penggunanya. Selain itu, kedua kelas ini juga telah dilengkapi dengan pendingin udara atau AC. Yang membedakan kedua kelas ini adalah susunan atau posisi tempat duduknya.
Untuk gerbong kelas ekonomi, penumpang akan mendapatkan kursi yang saling berhadapan. Artinya, dalam satu area, penumpang setidaknya akan bertemu dengan empat orang dengan posisi lutut saling bertautan. Alhasil, saat kereta berjalan, ada penumpang yang merasakan perjalanan dengan posisi maju dan ada pula yang terasa berjalan mundur.
Sementara itu, pada kelas eksekutif, semua penumpang akan menghadap ke depan dan tidak saling berhadapan. Selain itu, kursi pada gerbong eksekutif KA Argo Parahyangan dapat diatur agar sesuai saat digunakan untuk tidur atau merebahkan badan.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN
Baca juga: KA Argo Parahyangan Ditutup Saat Kereta Cepat Beroperasi? Ini Penjelasan KAI