TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengkritik putusan Pengadilan Negeri Tangerang karena mengesahkan pernikahan beda agama dengan pertimbangan HAM. Menurutnya, pernikahan beda agama bertentangan dengan konstitusi dan hukum agama.
Bukhori pun menegaskan argumennya melalui sejumlah pasal yakni Pasal 28J UUD 1945 Ayat 2, Pasal 22 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan Pasal 8 huruf (f).
Bukhori menilai putusan pernikahan beda agama bertabrakan dengan isi Pasal 28J UUD 1945 Ayat 2 yang menjelaskan bahwa setiap orang wajib tunduk terhadap pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dalam memenuhi hak dan kebebasan.
“Artinya HAM dalam perspektif konstitusi kita tidak bermakna liberal. Dia dibatasi oleh pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum,” kata Bukhori dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 1 Desember 2022.
Politikus PKS ini juga menyinggung polemik ini dengan Pasal 22 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Pasal 8 huruf (f). Kedua pasal itu menyebut syarat sah perkawinan dan larangan menjalin perkawinan antara dua orang yang oleh agamanya dilarang.
Baca: Nikah Beda Agama, Begini Aturannya di Indonesia
“Dengan begitu, putusan pengadilan yang mengesahkan nikah beda agama dengan dalih HAM sesungguhnya telah menyalahi konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya.
Selain melanggar konstitusi, anggota Komisi Agama DPR ini juga menilai pernikahan beda agama bertentangan dengan ajaran Islam.
Bukhori mengaku khawatir dengan munculnya pemikiran yang membenarkan pernikahan beda agama dengan dalih HAM dan kemaslahatan. Dari paparan pasal, peraturan, dan ayat Al-Quran itu, ia mengimbau agar masyarakat khususnya umat Islam agar tidak melanggar hukum agama dan hukum negara.
Bukhori juga mengingatkan kepada PN Tangerang agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan. “Selain dapat merendahkan, bahkan merusak ajaran Islam, tindakan itu adalah bentuk pembangkangan terhadap negara,” pungkasnya.
PN Tangerang sebelumnya mengesahkan pernikahan beda agama oleh sepasangan suami istri yang menikah di Singapura. Permohonan itu diajukan pada 13 Oktober 2022. Dalam putusannya, majelis hakim memerintahkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang Selatan untuk mencatat perkawinan beda agama tersebut.
ALFITRIA NEFI PRATIWI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.