INFO NASIONAL - Ketua MPR Bambang Soesatyo membuka kegiatan National Leadership Camp Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Angkatan I di Gedung Nusantara IV Komplek Parlemen, Selasa, 29 November 2022. Kegiatan akan berlangsung hingga 30 November 2022, dihadiri sekitar 270 peserta yang terdiri dari pengurus ICMI di tingkat pusat hingga daerah.
Dalam pidatonya, Bamsoet yang juga menjabat Wakil Ketua Dewan Penasehat ICMI menuturkan bahwa kelahiran organisasi ini 32 tahun lalu, merupakan antitesis terhadap pemikiran Samuel Huntington tentang kekhawatiran dunia Barat bahwa kebangkitan identitas budaya dan agama akan menjadi sumber konflik utama di dunia.
Kekhawatiran tersebut tidak dapat diterapkan di Indonesia yang memiliki kemajemukan sosial budaya. Di negara ini, justru keberadaan agama berkontribusi bagi penguatan nilai-nilai demokrasi. Artinya, hubungan antara institusi keagamaan dan pemerintahan dapat dijembatani secara sinergis dan kolaboratif. “Kelahiran ICMI menandai bahwa pemerintah dan negara mengakui peran dan pengaruh kaum intelektualitas Islam di tanah air," ujar Bamsoet.
Dalam perjalanannya selama tiga dekade, ICMI pada hakikatnya menghadapi tiga tantangan zaman. Pertama, kondisi dunia yang saat ini tidak baik-baik saja disebabkan pandemi Covid-19 serta geopolitik global yang sedang memanas.
"Dampak yang ditimbulkan oleh berbagai persoalan global tersebut begitu masif dan kompleks. Dunia dihadapkan pada ancaman resesi global, di mana lebih dari 60 negara terancam akan mengalami kebangkrutan ekonomi dan ambruk. Ratusan ribu penduduk dunia tewas dalam konflik bersenjata, sementara puluhan juta menjadi pengungsi," tutur Bamsoet.
Baca Juga:
Tantangan kedua, dunia Islam masih dihadapkan pada persoalan klasik yang telanjur menjadi kelaziman konsepsi yang salah kaprah, di mana Islam selalu direpresentasikan dengan aksi radikalisme dan terorisme. Dalam dimensi budaya, misalnya dalam film-film barat, penggambaran pelaku teroris selalu dikaitkan dengan dunia Islam. Dalam realita, merujuk pada survei New America tahun 2015, terungkap fakta bahwa aksi teror di negara Amerika Serikat lebih banyak dipicu kelompok sayap kanan fasis.
"Kita juga tidak dapat menafikan fakta bahwa gambaran Islam moderat, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, belum menjadi tren wacana global,” ucap Bamsoet. Demikian pula di Indonesia, kendati Islam moderat menjadi arus utama, fakatnya paham radikalisme dan ancaman terorisme tetap terjadi. Hasil survei Global Terrorism Index menyebutkan bahwa potensi ancaman terorisme di Indonesia menempati urutan ke-24 dari 162 negara.
Sedangkan tantangan ketiga yakni situasi Indonesia menjelang penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak tahun 2024. Sejarah mencatat, penyelenggaraan Pemilu selalu berpotensi menyisakan residu persoalan, menyebabkan polarisasi rakyat pada kutub-kutub yang berseberangan, merusak atmosfer persatuan dan kesatuan segenap anak bangsa, dan bahkan memicu konflik horisontal berkepanjangan.
"Di sinilah peran penting ICMI untuk turut menyukseskan agenda nasional tersebut, dengan menjadi bagian dari solusi atas berbagai potensi persoalan dan ekses dari penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak,” kata Bamsoet.
Ia mengingatkan, seluruh kader ICMI memiliki tanggung jawab moral membangun literasi politik rakyat sekaligus memastikan kepemimpinan terpilih melalui Pemilu, baik di parlemen maupun di pemerintahan, bukan sekedar ditentukan oleh demokrasi elektoral berupa angka-angka. Melainkan harus lahir dari demokrasi prosedural sesuai dengan Pancasila sebagai jati diri bangsa. (*)