TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas kasus gugatan citizen lawsuit (CLS) kebakaran lahan dan hutan (karhutla) Kalimantan Tengah (Kalteng) 2015 yang diajukan Presiden Jokowi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dan Gubernur Kalteng. Pihak penggugat pun dilanda kekecewaan mendalam.
Pihak penggugat mengaku sama sekali tidak mengetahui jalannya proses hukum PK yang diajukan Presiden Jokowi. Secara tiba-tiba, Majelis Hakim MA diberitakan telah mengabulkan upaya hukum PK tersebut. Padahal, sampai sekarang Penggugat belum juga mendapat salinan putusan PK yang resmi mengenai karhutla dari MA.
Kuasa Hukum Penggugat Karhutla Kalimantan Tengah 2015, Aryo Nugroho Waluyo menegaskan bahwa salah satu unsur PK adalah adanya bukti baru yang ditemukan. Nyatanya, penggugat belum mengetahui bukti yang diajukan pihak Jokowi sehingga belum bisa memberikan tanggapan atas putusan PK ini. Aryo pun menilai bahwa upaya hukum yang terus dilakukan para tergugat CLS menjadi pertanda bahwa pemerintah sebenarnya tidak ingin memberikan lingkungan sehat untuk masyarakat. Gugatan ini merupakan bentuk peringatan pada pemerintah agar menjalankan dengan bijak segala aturan dalam undang-undang (UU).
"Namun, kita lihat pemerintah sibuk mencari berbagai alasan agar tidak mematuhi putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap," ucap Aryo, seperti dilansir betahita.id mitra Teras.id
Salah satu penggugat, Mariaty menyuarakan kekecewaannya. Ia merasa putusan PK tidak adil bagi penggugat karena sama sekali tidak diberi pemberitahuan, baik ketika pengajuan upaya hukum PK oleh Presiden Jokowi dilakukan maupun ketika PK dikabulkan.
Ia pun menambahkan bahwa fakta yang dirasakan pada 2015 sangat berpengaruh dalam kehidupan dan tidak pernah ada yang tahu apakah karhutla seperti 2015 akan terulang kembali atau tidak. Ia juga menilai bahwa penegakan hukum terhadap pelaku penyebab karhutla, khususnya pelaku korporasi dilakukan tidak transparan. Penanggulangan karhutla 2015 pun tidak dilakukan dengan maksimal sehingga menimbulkan banyak kerugian.
Seorang penggugat lainnya, Arie Rompas menganggap bahwa putusan MA atas gugatan CLS karhutla 2015 ini adalah hal ajaib dan menjadi preseden buruk terhadap sistem peradilan Indonesia dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang sehat. Padahal, itu merupakan bagian dari HAM. Arie menganggap, jika putusan PK dijalankan, akan berdampak serius pada masa depan perlindungan lingkungan dan penegakan hukum di tengah krisis iklim.
Baca: MA Kabulkan PK Jokowi, Penggugat Ragukan Komitmen Pemerintah Tangani Kebakaran Hutan
PK Karhutla Soal CLS Karhutla Kalimantan Tengah 2015
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng, Bayu Herinata juga menilai bahwa dikabulkannya PK merupakan langkah mundur dalam penegakan hukum oleh pemerintah. Menurutnya, proses pengajuan PK sampai keluarnya putusan terjadi sangat cepat dan tidak terbuka.
Dengan begitu, situasi ini sangat menguatkan bahwa pemerintah lalai menjalankan hukum. Hal ini pun diafirmasi oleh Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian yang menegaskan bahwa pengabulan PK merupakan potret buruknya penegakan hukum di Indonesia dan bentuk pengkhianatan terhadap komitmen mitigasi perubahan iklim.
Sebelumnya, pada 3 Agustus 2022, Presiden Jokowi, Menteri LHK, dan Gubernur Kalteng telah terdaftar mengajukan upaya PK kepada MA. Berdasarkan informasi dalam laman Kepaniteraan MA, upaya PK dikabulkan oleh Majelis Hakim MA pada 3 November 2022 dan dalam proses minutasi. Namun sampai sekarang, belum ada pernyataan resmi dari pihak MA atas putusan PK gugatan CLS karhutla Kalteng.
Padahal, warga Kalimantan Tengah mengajukan gugatan CLS karhutla Kalteng 2015 ke Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya pada 16 Agustus 2016. Lalu, dalam peradilan tingkat pertama, pada 22 Maret 2017, PN Palangka Raya menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dan mengabulkan sebagian tuntutan para penggugat, di antaranya menerbitkan peraturan pelaksana UU No. 32 Tahun 2009. Wajar saja, jika kini para penggugat kecewa dengan hasil hukum yang mengabulkan upaya PK Presiden Jokowi, Menteri LHK, dan Gubernur Kalteng.
RACHEL FARAHDIBA R
Baca juga: Jokowi: 99 Persen Karhutla karena Ulah Manusia, Motif Utamanya Ekonomi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.