Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan PT Afi Farma dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan propilen glikol (PG) yang ternyata mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebih ambang batas.
“PT A hanya menyalin data yang diberikan oleh suplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi,” kata Dedi dalam keterangan resminya, Kamis, 17 November 2022.
Ia menjelaskan PT Afi Farma mendapat bahan baku tambahan tersebut dari CV Samudera Chemical, di mana setelah melakukan pemeriksaan bersama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ditemukan 42 drum propilen glikol di lokasi CV Samudra . Setelah diuji oleh lab Pusat Laboratorium Forensik Polri, PG tersebut mengandung EG yang melebihi ambang batas.
“Barang bukti yang diamankan, yakni sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi oleh PT A, berbagai dokumen termasuk purchasing order (PO) dan delivery order (DO) PT A. Kemudian hasil uji lab sampel obat produksi PT A dan 42 drum PG di CV SC, yang diduga mengandung EG dan DEG,” ujar Dedi.
Penetapan tersangka dua korporasi dilakukan setelah penyidikan dan pemeriksaan 41 orang. “31 orang saksi dan 10 ahli,” kata Dedi.
PT Afi Farma disangka dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sementara untuk CV Samudera Chemical dijerat Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Pada hari yang sama, BPOM juga menetapkan PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industri sebagai tersangka. Penanganan kasus kedua perusahaan itu dilakukan oleh BPOM.
"Badan POM menangani investigasi dan penyidikan empat sarana industri farmasi dengan progres bahwa terhadap PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical industri telah dilakukan proses penyidikan dan telah ditetapkan tersangka," kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam konferensi pers di BPOM, Jakarta, Kamis 17 November 2022.
Kasus gagal ginjal akut bermula dari temuan maraknya laporan anak yang menderita penyakit gagal ginjal dalam waktu bersamaan di Indonesia. Meskipun bukan penyebab utama, obat batuk sirop anak disebut sebagai salah satu penyebab timbulnya masalah ginjal pada anak.
Hasil temuan penelitian kesehatan menyebut sejumlah obat sirop memiliki kandungan cemaran larutan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi batas yang diperbolehkan. Dengan adanya temuan itu, banyak obat-obatan yang ditarik dari peredaran.
Menurut data Kemenkes, tercatat 324 anak mengalami kasus gagal ginjal akut dengan 195 orang dinyatakan meninggal, 102 orang sembut dan 27 orang masih menjalani perawatan. Seluruh pasien itu, menurut Kemenkes, memiliki satu kesamaan, yaitu mengonsumsi obat sirup yang tercemar EG, DEG dan EGBE. BPOM pun telah merilis daftar obat yang diduga sebagai penyebab meingkatnya gagal ginjal akut pada anak.
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut, Kejagung Baru Terima 3 SPDP dari 4 Tersangka
EKA YUDHA SAPUTRA | FEBRIYAN | MUH RAIHAN MUZAKKI