TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) disebut hanya menghabiskan dana Rp 900 juta untuk membangun fasilitas pendidikan Muhammadiyah Secondary School Wonosari di Gunung Kidul, Yogyakarta, dari total Rencana Anggaran Biaya Rp 2 miliar yang diberikan The Boeing Company.
Hal itu diungkapkan penyidik dari Bareskrim Polri, John Jefry, saat menjadi saksi dalam sidang terdakwa mantan Presiden ACT Ahyudin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 22 November 2022.
Dana Rp 2 miliar itu merupakan bantuan sosial Boeing atau Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang diberikan kepada ahli waris korban kecelakaan Lion JT610. Dana itu diperuntukkan untuk kegiatan sosial dan dikelola pihak ketiga yang ditunjuk ahli waris.
“Ada dana yang dikelola ACT atas nama ahli waris dia dan ada pembangunan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta, namun dana yang diajukan oleh ACT Rp 2 miliar hanya dihabiskan Rp 900 jutaan,” kata John.
“Yang di Wonosari, kan ada selisih. Itu selisihnya lari ke mana?” lanjut hakim.
“Itu kita kurang tau,” jawab John.
Ia mengatakan sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris menerima masing-masing USD 144.320 atau setara Rp 2 miliar. John menerima informasi mengenai dugaan penyelewangan dana sosial oleh pengurus ACT pada Juli 2022.
Berdasarkan informasi tersebut, John menyelidiki penyelewengan pembangunan fasilitas sosial oleh ACT di Wonosari dan Pangkal Pinang.
“ACT melakukan pemotongan?” tanya hakim.
“Kalau mengambil keuntungan atau tidak, saya tidak mengetahui. Tapi setiap dana sosial yang didapat Rp 2 miliar. Yang saya ketahui hanya Yogyakarta dan Pangkal Pinang,” ujar John.
John menjelaskan tidak mengetahui hasil audit penggunaan dana ratusan miliar yang diberikan Boeing kepada 189 ahli waris melalui ACT.
Terdakwa Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana Hermain, hanya menggunakan Rp 20 miliar untuk melaksanakan proyek amal ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT610 dari total Rp 138.546.388.500 yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT dari Boeing.
Rp 117 miliar dipakai untuk kepentingan ACT dan pribadi
Hal ini diungkapkan jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan dakwaan kepada mantan Presiden ACT Ahyudin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 15 November 2022. Temuan ini terungkap daam Laporan Akuntan Independen Atas Penerapan Prosedur Yang Disepakati Bersama Mengenai Penerimaan dan Pengelolaan Dana BCIF BOEING Tahun 2018 sampai dengan 2021 oleh akuntan Gideon Adi Siallagan pada 8 Agustus 2022.
“Dari laporan itu hanya Rp 20.563.857.503 dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500 dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing,” kata JPU.
Sedangkan sisa dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997 Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana Hermain digunakan oleh kepentingan lain, antara lain untuk pembayaran gaji dan THR karyawan, mengalir ke yayasan ACT lain, hingga ke dana pribadi terdakwa.
Selanjutnya: penyaluran dana BCIF tak libatkan ahli waris...