TEMPO.CO, Jakarta - Ketua BEM Universitas Udayana Darryl Dwi Putra menilai tindakan represi pemerintah kepada sejumlah masyarakat sipil dalam membatasi kegiatan menjelang perhelatan G20 sebagai penyempitan demokrasi. Dalam keterangannya, ia pun menyebut pembatasan seperti pemberhentian paksa kegiatan masyarakat menuai trauma bagi sejumlah penduduk Bali.
Selain terjadi pembatasan ruang demokrasi bagi masyarakat umum, kampus pun menjadi sasaran ancaman pembatasan untuk kebutuhan persiapan pengamanan G20. Hal itu disampaikan Darryl saat memberikan keterangan perihal kondisi pembatasan kegiatan masyarakat sipil menjelang perhelatan G20 di Bali melalui diskusi publik yang diselenggarakan Lokataru pada Selasa, 22 November 2022.
Darryl mengatakan, pada 15 November sebanyak 7 mahasiswa ditangkap oleh Satpol PP ketika melakukan aksi diam di Jalan Sudirman, Bali.
“Yang jadi pertanyaan, kenapa kegiatan mahasiswa sangat dianggap sebagai ancaman,” ujar Darryl.
Darryl menyebutkan bahwa pihak kampus juga membatasi kegiatan mahasiswa seperti menutup fasilitas student center sebagai tempat anggota BEM Universitas Udayana berkegiatan. Ia juga menambahkan bahwa lokasi Universitas Udayana di Sudirman, Bali tidak masuk ke dalam titik pengamanan presidensi G20.
Selain itu, Darryl pun mengalami ancaman doxxing. Ia mengatakan namanya sempat berada di trending Twitter sebagai “Darryl bikin malu negara” usai ia memantik ruang diskusi dengan mengunggah ulang postingan Greenpeace melalui akun Instagram pribadinya pada 16 November lalu.
“Itu banyak sekali foto saya yang diambil bahkan foto teman saya yang diambil,” ujar Darryl.
Ia pun belum mengetahui pihak yang bertanggung jawab atas kejadian itu. Darryl menambahkan, hal itu menjadi kekhawatiran terbesarnya.
Sebelumnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengecam aksi represif yang dilakukan aparat keamanan saat pergelaran Konferensi Tingkat Tinggi G20. Pasalnya, sejumlah kegiatan memreka dihentikan secara paksa oleh aparat keamanan. Beberapa kegiatan yang dihentikan di antaranya kampanye Greenpeace dan pembubaran rapat internal Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) misalnya, sempat . Selain itu, ada juga demonstran dari Indonesia People Assembly (IPA) yang ditangkap saat berdemonstrasi mengkritik G20.
ALFITRIA NEFI PRATIWI
Berita ini telah dikoreksi pada Rabu, 23 November 2022 pukul 22.18 WIB.