TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok yang tergabung dalam Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia (TAP-HAM) mengungkap temuan hasil investigasi kasus kerangkeng manusia Bupati Langkat non-aktif Terbit Rencana Perangin Angin (TRP). Kelompok tersebut terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), KontraS Sumatera Utara, dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI).
“Dari proses investigasi lapangan dan wawancara TAP-HAM setidaknya mendapatkan delapan temuan,” ujar Divisi Hukum KontraS Andrie Yunus dalam konferensi pers yang disiarkan di akun YouTube pada Senin, 21 November 2022.
Temuan pertama, proses masuk korban kerangkeng manusia itu berawal dari adanya laporan dari pihak Keluarga. Selain itu menurut informasi para korban, beberapa orang yang masuk ke dalam kerangkeng diserahkan oleh pihak berwajib (aparatur setempat).
Baca juga: Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin Divonis 9 Tahun Penjara
Kedua, orang tua korban dipaksa menandatangani perjanjian sepihak, yang menyatakan bersedia anaknya di bina selama 1,5 tahun. “Dan jikanpenghuni mengalami sakit atau bahkan meninggal, tidak menjadi tanggungjawab pihak kerangkeng,” kata dia.
Ketiga soal dugaan penyiksaan terhadap penghuni kerangkeng terjadi pada 1-14 hari ketika pertama kali masuk. Korban diduga disiksa sebagai bentuk masa orientasi, umumnya korban mendapatkan cambukan selang, melakukan gantung monyet di jeruji besi, sikap tobat, makan cabai, ditendang, dan dipukul baik dengan tangan kosong maupun benda tumpul.
Selanjutnya temuan keempat...