TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan Ricky Rizal, meminta maaf kepada seniornya karena tidak jujur sedari awal lantaran mengikuti skenario Ferdy Sambo.
“Saya izin meminta maaf sama komandan senior saya karena tidak jujur dari awal karena saya juga hanya mengikuti skenario dari Pak Sambo,” kata Richard Eliezer saat sidang yang menghadirkan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 21 November 2022.
Untuk tanggapan atas keterangan saksi mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Polisi Ridwan Soplanit, Richard mengatakan peluru yang ada di pistol Glock-17 yang ia berikan ke penyidik saat olah TKP bukan berjumlah 12 di magasin. Namun berjumlah 11 di magasin dengan satu peluru di kamar pistol. Ridwan sebelumnya mengatakan pistol Glock-17 yang digunakan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang digunakan untuk menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat menyisakan 12 peluru di magasin.
“Yang sebenarnya saat itu belum mengosongkan senjata, berarti yang berada di magasin itu hanya 11 dan yang satunya berada di kamar,” kata Richard.
Baca: Kuasa Hukum Bharada E Sebut Ada Perintah Penembakan dari Ferdy Sambo
Sementara itu, Ricky Rizal juga meminta kepada pemeriksanya, penyidik Polres Metro Jakarta Selatan, karena memberikan keterangan awal yang tidak sesuai. Ia juga meminta maaf ketika pemeriksaan di kantor Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri maupun di Bareskrim.
“Kami meminta maaf kepada rekan-rekan pemeriksa dari penyidik Jaksel atas keterangan yang kami berikan tidak sesuai atau apa adanya saat pemeriksaan di Paminal maupun di Bareskrim,” kata Ricky.
Menanggapi keterangan saksi, Ricky mengatakan ia tidak pernah diinterogasi oleh siapapun karena sudah keburu dibawa ke kantor Provost Divisi Propam Mabes Polri.
Dalam dakwaan yang dibacakan penuntut pada 17 Oktober lalu, Ferdy Sambo menyusun skenario pembunuhan Yosua di lantai tiga rumah pribadinya di Jalan Saguling 3, Jakarta Selatan, 8 Juli 2022. Perintah menembak tidak disanggupi Ricky Rizal, namun Richard Eliezer menyanggupi.
Eksekusi Yosua berlangsung antara pukul 17.11-17.16 ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga. Ferdy Sambo memegang leher belakang Yosua dan mendorongnya hingga berada di depan tangga lantai satu. Yosua berhadapan dengan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, sementara Kuat Ma’ruf berada di belakang Ferdy Sambo dan Ricky Rizal bersiaga apabila Yosua melawan. Kuat Ma’ruf juga menyiapkan pisau yang ia bawa dari Magelang untuk berjaga-jaga apabila Yosua melawan.
Tanpa memberikan kesempatan kepda Yosua untuk mengetahui duduk persoalannya, Ferdy Sambo langsung memerintah berteriak kepada Richard, “Woy! Kamu tembak! Kamu tembak cepat! Cepat woy kau tembak!” teriak Ferdy ke Richard. Richard lantas menembak Yosua dengan pistol Glock-17 yang sudah disiapkan. Richard menembak sebanyak tiga atau empat kali hingga Yosua terjatuh dan terkapar.
“Kemudian Ferdy Sambo menghampiri Yosua saat merintih kesakitan. Ferdy kemudian menembak kepala bagian belakang sisi kiri Yosua untuk memastikan Yosua meninggal dengan mengenakan sarung tangan hitam,” kata dakwaan Penuntut.
Setelah Yosua meninggal pada pukul 17.16 WIB, Ferdy Sambo menembakan pistol HS milik Yosua ke dinding tangga. Ferdy Sambo juga menggunakan tangan kiri Yosua untuk menembakan pistol HS ke arah TV untuk skenario seolah-olah terjadi adu tembak. Setelah membunuh Yosua, Ferdy Sambo memerintahkan bawahannya untuk menutupi jejak pembunuhan dan menyebarkan skenario pelecehan seksual Yosua terhadap istrinya.
Baca: Pengacara Bharada E Sebut Kliennya Justice Collaborator Tidak Akan Bohong
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.