TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum bersama Kementerian Hukum dan HAM bakal membahas draft akhir Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Kamis, 24 November 2022 mendatang. Juru bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries, menyatakan pada prinsipnya draft ini bakal terus disempurnakan dalam pembahasan bersama DPR nanti.
“Setiap masukan dan usulan masyarakat sipil tentu akan selalu didengar (right to be heard) dan dipertimbangkan (right to be accomodated) oleh pemerintah dan DPR sebagai wujud partisipasi bermakna,” kata Albert saat dihubungi, Senin, 21 November 2022.
Kendati demikian, Albert menyebut partisipasi ini hendaknya tidak serta-merta dimaknai bahwa seluruh masukan pasti diakomodasi pembentuk UU. Pasalnya, kata dia, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal partisipasi bermakna dalam uji formil UU Cipta Kerja tidak ditafsirkan demikian.
“Artinya, setiap masukan akan dipertimbangkan sesuai nilai-nilai Pancasila, Konstitusi, dan beberapa putusan MK terkait,” kata dia.
Menurut Albert, sampai kapanpun RKUHP tidak akan pernah sempurna. Oleh sebab itu, kata dia, RKUHP bakal terus disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat usai disahkan.
“Setelah disahkan nanti RKUHP akan terus disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat yang dinamis,” ujarnya.
Adapun Komisi Hukum sebelumnya menggelar rapat dengar pendapat umum bersama Aliansi Reformasi KUHP. Anggota aliansi menyoroti sejumlah pasal yang belum mengakomodasi masukan masyarakat. Di antaranya soal living law atau hukum adat, pasal makar, pasal penghinaan terhadap lembaga negara dan kekuasaan, pasal disabilitas, hingga pasal perzinaan.
Di sisi lain, Komisi III DPR menyarankan penambahan pasal mengenai tindak pidana rekayasa kasus. Mereka menilai pasal ini diperlukan dengan berkaca dari peristiwa belakangan ini.
Satire Anggota DPR Soal RKUHP
Anggota Komisi Hukum DPR, Habiburokhman, menilai RKUHP tidak akan disahkan pada periode ini. Musababnya, kata dia, sebaik apapun draft yang disepakati DPR, pasti di-bully oleh media dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Di sisi lain, kata dia, semua fraksi nampaknya menghindari bully-an ini mengingat momen Pemilihan Umum 2024 sudah dekat. Dengan satire ia menyebut masyarakat bisa menikmati KUHP buatan kolonial Belanda yang sudah banyak mengantarkan aktivis kritis ke penjara.
“Sekarang kita nikmati saja KUHP buatan kolonial Belanda yang tegas mengatur hukuman mati sebagai pidana pokok, tidak mengenal restorative justice, dan banyak sekali mengantarkan kaum aktivis kritis ke penjara,” kata Habiburokhman saat dihubungi, Rabu, 16 November 2022.
Ia mencontohkan adanya dualisme dalam pasal soal larangan kumpul kebo. Habiburokhman menyebut ada masyarakat yang meminta agar kumpul kebo dilarang keras dan redaksi yang ada di draft RKUHP terlalu lemah. Di sisi lain, kata dia, ada juga masyarakat yang mengutuk larangan kumpul kebo ini.
“Nah kalau salah satu diikuti, media lantas kecam dan bully DPR, karena itu feeling saya fraksi-fraksi tidak akan ambil risiko,” ujarnya.
Habiburokhman turut mencontohkan pasal lain yang menuai pro-kontra. Di antaranya soal hukuman mati dan larangan zina.
“Saya pikir perlu waktu 150 tahun lagi sampai kita semua bisa melihat segala sesuatu secara substantif dan tidak sekadar hitam dan putih,” kata dia.
Baca: Rapat Pembahasan Draf Akhir RKUHP Ditunda, Pemerintah Ungkap Alasannya