TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum kelompok penggugat dalam gugatan warga negara (Citizen Lawsuit) Aryo Nugroho Waluyo menyayangkan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam perkara kebakaran hutan dan lahan Kalimantan Tengah pada 2015.
Kepala Lembaga Bantuan Hukum Palangka Raya ini mengatakan semestinya sejak awal tergugat, yakni Presiden Jokowi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Gubernur Kalimantan Tengah, tinggal memenuhi kewajibannya dalam putusan kasasi tanpa mengajukan PK.
“Kami menilai pemerintah tidak mematuhi putusan yang berkekuatan hukum tetap itu, tetapi malah mencari hal-hal lain,” kata Aryo Nugroho dalam konferensi pers virtual, Sabtu, 19 November 2022.
Ia mengatakan pemerintah tidak serius menjalankan atau mengeksekusi putusan kasasi yang sebetulnya merupakan kewajiban pemerintah. Ia mengatakan warga penggugat dalam perkara ini sebenarnya menuntut pemerintah menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca juga: Gubernur Kalteng Minta Bupati dan Wali Kota Tetapkan Siaga Darurat Kebakaran Hutan
Selain itu, ia juga menyangsikan alat bukti baru atau novum yang disertakan dalam pengajuan PK Presiden Jokowi. Pasalnya, pihak penggugat tidak mendapat informasi tentang novum baru yang diajukan dalam PK. Menurut dia, novum yang diajukan haruslah alat bukti menentukan.
“Apakah novum ini menentukan? Kalau belajar dari PK Gubernur Kalteng kemarin itu tidak menentukan. Dia hanya membantah apa yang sudah ada dan mengulang saja,” ujarnya.
Aryo masih menunggu tindakan hukum apa yang akan dilanjutkan oleh penggugat. Sebab, hingga saat ini pihaknya belum menerima alasan putusan atau novum apa yang diajukan. Ia kembali menegaskan gugatan Citizen Lawsuit itu hanyalah upaya masyarakat Kalimantan Tengah untuk menagih pemerintah menjalankan tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Nantinya tanpa ada PK pun, tanpa adanya gugatan pun, seharusnya itu sudah dijalankan pemerintah. Bedanya ini dikuatkan dengan putusan pengadilan,” kata dia.
Majelis hakim Agung yang terdiri dari Zahrul Rabain selaku ketua, serta Ibrahim dan Muh. Yunus Wahab sebagai anggota, mengabulkan Peninjauan Kembali Presiden Joko Widodo pada 3 November 2022 atas gugatan Citizen Lawsuit kasus kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla pada 2015.
Pada tingkat kasasi memutuskan tergugat, yakni Presiden Jokowi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Gubernur Kalimantan Tengah, melakukan perbuatan melawan hukum atas kebakaran hutan dan lahan pada 2015.
PK didaftarkan oleh Presiden Jokowi pada 3 Agustus 2022 dengan membawa bukti baru. Amar putusan PK atas perkara nomor 980 PK/PDT/2022 itu pun baru diketahui 15 hari setelah putusan karena belum tersedia di situs resmi Mahkamah Agung. Dengan dikabulkannya PK, maka Jokowi dan para tergugat lepas dari sejumlah hukuman yang diberikan dari pengadilan tingkat pertama hingga kasasi.
Gugatan kepada negara pada awalnya bermula dari saat terjadinya kebakaran hebat pada 2015. Salah satu daerah yang dilanda kebakaran hutan hebat saat itu yaitu Kalimantan.
Sekelompok masyarakat menggugat negara. Mereka adalah Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Herlina, Nordin, dan Mariaty, menggugat Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Menteri Pertanian RI, Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional RI, Menteri Kesehatan RI, Gubernur Kalimantan Tengah dan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
Di dalam delik gugatannya, Arie Rompas dkk sebagai warga negara yang berhak mengajukan gugatan warga negara atau citizen lawsuit (CLS) ke PN Palangkaraya. Sebab, kebakaran hutan di Kalimantan Tengah sejak 1997 hingga sekarang belum dapat ditanggulangi. Padahal, pemerintah bertanggung jawab terhadap warga negaranya untuk dapat menghentikan kebakaran hutan.
Pengadilan Negeri Palangka Raya mengabulkan gugatan mereka pada 22 Maret 2017. Majelis hakim pun memutuskan:
1. Menyatakan para tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
2. Menghukum Tergugat I (Presiden) untuk menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Namun Presiden Jokowi dan tergugat tidak terima dan mengajukan permohonan banding. Akan tetapi, Pengadilan Tinggi Palangka Raya menolak banding dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor 118/Pdt.G.LH/ 2016/PN.Plk tertanggal 22 Maret 2017.
Pemerintah pun mengajukan kasasi. Namun pada 16 Juli 2019, majelis hakim Mahkamah Agung yang terdiri dari hakim I Gusti Agung Sumanatha (ketua) dengan anggota Pri Pambudi Teguh dan Nurul Emiyah menolak pemohon Presiden Jokowi, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Kalimantan Tengah atas termohon Arie Rompas dan kawan-kawan dalam nomor perkara 3555 K/PDT/2018.
Baca juga: KLHK Menang Gugatan Kasus Kebakaran Hutan Rp 1,3 Triliun
EKA YUDHA SAPUTRA | FRISKI RIANA | ANTARA