TEMPO.CO, Yogyakarta -Kerajaan Mataram Islam berdiri pada abad ke-17 di Pulau Jawa. Kerajaan ini dipimpin oleh keturunan Ki Ageng Pemanahan, sebagai suatu kelompok ningrat keturunan penguasa Majapahit.
Menurut Adrisijanti dan Inajati dalam buku berjudul Arkeologi Perkotaan Mataram Islam Dulunya kerajaan ini adalah suatu Kadipaten di bawah Kasultanan Pajang, berpusat di "Hutan Mentaok".
Cikal Bakal Mataram Islam
Raja atau Sultan pertama adalah Sutowijoyo (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan. Berkat keberhasilannya membunuh Arya Penangsang dalam perang perebutan tahta atas Demak, Kyai Ageng Pemanahan mendapat hadiah tanah di Mataram dari Sultan Pajang. Di tempat inilah Kyai Ageng Pemanahan dan pengikutnya kemudian membuka hutan untuk dijadikan tempat permukiman.
Semasa kejayaannya, kerajaan Mataram pernah menyatukan tanah Jawa dan juga sekitarnya, termasuk Madura. Mataram adalah salah satu kerajaan yang melakukan perlawanan terhadap VOC Belanda, namun pada akhirnya terdesak dan meminta bantuan VOC pada masa - masa akhir menjelang keruntuhannya.
Kerajaan Mataram tidak berbasis maritim, bahkan tidak memungkinkan untuk mendirikan pelabuhan di pantai laut selatan Pulau Jawa. Karena ombaknya terlalu besar dan berbahaya. Sehingga kasultanan Mataram tidak memungkinkan menjadi kerajaan Maritim karena pusat kerajaannya berada di pedalaman.
Baca juga : Kotagede Yogya Kembali Gelar Tradisi Srawung Kampung Wadah Guyub Warga Jaga Toleransi
Menurut Siswanta dalam jurnal berjudul 'Sejarah Perkembangan Mataram Islam Kraton Plered', Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris atau pertanian dan relatif tidak kuat dalam hal maritim.
Kerajaan ini meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti kampung Mataraman di Batavia (sekarang bernama Jakarta Timur) dikuasai oleh Belanda. Sehingga di tahun 1628 dan 1629 Kerajaan Mataram pimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma menyerang Batavia. Penyerangan pertama gagal namun serangan kedua berhasil membunuh J.P. Coen. Basis penyerangan Kerajaan Mataram inilah yang sekarang disebut dengan daerah Matraman.
Sultan Agung adalah salah satu raja yang dikenal karena berbagai ekspansi wilayah sekaligus wawasan kebudayaannya, salah satunya mengembangkan kalender Jawa dengan memadukan tarikh Hijriah dengan Saka pada tahun 1633.
Setelah wafat dimakamkan di Imogiri, Yogyakarta, dia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat Agung (I). Pada masa pemerintahan Amangkurat Agung ini, Mataram Islam telah berbelok haluan tidak lagi seperti pemerintahan ayahnya yang menentang VOC. Akan tetapi justru bersekutu dengannya dan mendapat dukungan penuh dari VOC. Pergolakan pun silih berganti dan perpecahan wilayah tak terelakkan.
MELINDA KUSUMA NINGRUM
Baca juga : Daftar 10 Kerajaan Islam di Indonesia dan Peninggalannya
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.