TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, pendapatan negara dari sektor pertambangan belum dapat terserap secara maksimal. Alasannya, kata dia, adanya salah kelola pertambangan di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Samad pada Kamis 17 November 2022. Dalam sebuah forum diskusi publik, Samad berkata carut-marutnya tata kelola pertambangan di Indonesia disebabkan beberapa hal.
Pertama, kata Samad, adalah sistem perizinan dan kontrak karya perizinan tambang. Ia menyebut kedua hal tersebut merupakan awal potensi terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana korupsi.
Baca juga: Warga Wadas Gugat Dirjen ESDM soal Tambang Andesit untuk Proyek Strategis Nasional
"Dulu kita selalu sosialisasi soal izin tambang ini kepada kepala-kepala daerah. Kita juga selalu supervisi pemberian izin tambang," ujarnya dalam forum diskusi tersebut.
Permasalahan selanjutnya adalah pengelolaan pemurnian pertambangan. Samad menyebut seringkali ditemukan perusahaan tambang tidak mengolah dahulu hasil tambang mereka. Sehingga, mineral lain yang terangkut bersama akan langsung ikut diekspor ke luar negeri tanpa adanya pemilahan terlebih dahulu.
"Ini tentu akan menyebabkan penerimaan negara menjadi jauh berkurang, negara juga menjadi rugi besar," kata dia.
Selain itu, Samad juga mengatakan banyak terdapat masalah pembayaran pajak dari bisnis tambang. Selanjutnya, ia juga menyebut mengenai pembayaran iuran reklamasi bekas tambang. Ia berkata banyak perusahaan tambang yang bermasalah dalam pembayaran biaya reklamasi tersebut.
"Ada beberapa perusahaan yang berkewajiban membayar biaya reklamasi tersebut, tapi kita temukan perusahaan mangkir dari tanggung jawabnya membayar iuran kepada pemerintah daerah setempat," ujar Ketua KPK periode 2011-2015 itu.
Baca juga: Usut Pelanggaran Perusahaan Tambang Emas dan Tembaga di Sumbawa, ESDM Bakal Terjunkan Tim