TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyinggung soal kepemimpinan menjelang Muktamar Muhammadiyah ke-48 dan Aisyiah di Surakarta, 18-20 November 2022. Pembukaan muktamar akan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Sedangkan penutupan oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Haedar menyebut konsep kepemimpinan di Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu kolektif kolegial, di atas itu ada sistem yang kokoh untuk menjalankan persyarikatan ini.
Ia mengibaratkan Muhammadiyah sebagai tim sepak bola. Setiap Ketua PP Muhammadiyah memiliki peran masing-masing. Karena dalam mengarungi sebuah pertandingan, yang penting adalah irama permainannya. Kolektif kolegial tersebut di atasnya adalah sistem sebagai panglima yang mengatur permainan. Jadi di atas kolegial itu ada sistem.
"Jadi siapapun dia ke depan sampai seterusnya itu kekuatannya pada sistem. Insya Allah akan ada perpaduan dari semuanya ini," kata Haedar Nashir di Kantor Pusat Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu, 16 November 2022.
Di Muhammadiyah, kata dia, di kepengurusan setiap orang ketika amanat diberikan lewat muktamar, tidak boleh menolak dan harus melaksanakan dengan baik.
"Tapi jangan sekali-kali kita ngejar amanat, ngejar jabatan, itu (prinsip) sudah menjadi darah daging kami," kata dia.
Ia juga menyinggung kepemimpinan nasional menjelang tahun politik 2024. Haedar mengatakan yang dibutuhkan Indonesia bukan kharismatik tokoh, melainkan kharisma nilai atau value. Dari golongan manapun sosok yang terpilih pada 2024 untuk kepemimpinan nasional, dia harus menjadi milik rakyat, bangsa dan negara.
“Kita harus mengontrol itu, kenapa? karena jika kepemimpinan berbasis pada primordialisme, itu nanti yang terjadi bukan lagi kepemimpinan kenegarawanan, tetapi kepemimpinan perkauman,” kata Haedar.
Selanjutnya: singgung soal pemilu 2024...