Permudah Syarat Pendirian Rumah Ibadah
Halili mengungkapkan Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri (KemendagrI) hendaknya mempermudah syarat pendirian rumah ibadah. Hal itu seperti tercantum dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan No 8 Tahun 2006.
"Mengingat kecenderungan interpretasi yang restriktif terhadap syarat pembangunan rumah ibadah di beberapa daerah, formula 90/60 perlu ditinjau ulang pada aspek substansi dan implementasinya," tuturnya.
Halili menjelaskan interpretasi restriktif terkait syarat 60 orang pendukung pendirian rumah ibadah harus berasal dari yang berbeda agama, nyata-nyata memberikan ruang bagi kelompok eksternal untuk mengintervensi dan membatasi hak konstitusional atas peribadatan yang dijamin secara tegas dalam Pasal 29 ayat (2) UUD NRI tahun 1945.
Pemerintah Daerah dalam hal ini, menurut Halili, juga perlu agar menginisiasi regulasi yang mempermudah syarat pendirian rumah ibadah dan menekankan peran FKUB dalam fasilitasi dialog dan resolusi konfliknmengenai peribadatan dan gangguan atas rumah ibadah.
Dalam konteks ini, inisiatif dalam regulasi mesti diperluas, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Kupang. Melalui Peraturan Walikota No 79 Tahun 2020 tentang Pedoman Fasilitasi Pembangunan Rumah Ibadah, Pemkot Kupang menjabarkan peran-peran FKUB dalam fasilitasi, mediasi, dan resolusi konflik jika terdapat penolakan.
Perlunya Dialog
Halili menyampaikan mengenai meningkatnya tren intoleransi terhadap keberagaman intraagama, pemerintah tidak hanya perlu menggencarkan dialog antariman, tetapi juga semakin mengintensifkan dialog intraiman.
"Dialog intraiman tersebut diharapkan dapat meningkatkan literasi akan keberagaman intraagama, meningkatkan kohesi sosial di tengah perbedaan keberagamaan di dalam dan antar agama, serta mewujudkan kerukunan di dalam dan antar umat beragama," ujarnya.
Baca: Kementerian Dalam Negeri Minta Polisi Usut Perusakan Masjid Ahmadiyah Sintang