TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin masih membiarkan konflik kepentingan merajalela selama tiga tahun terakhir kepemimpinannya.
Kurnia mengatakan konflik kepentingan ini akan menjadi preseden memburuknya tata kelola pemerintahan. Ia mengatakan Presiden Jokowi membiarkan atau bersikap permisif terhadap isu konflik kepentingan selama kepemimpinannya.
“Kita tahu konflik kepentingan adalah pintu masuk tindak pidana korupsi,” kata Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers virtual “Evaluasi Tiga Tahun Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin” yang digelar ICW, Ahad, 13 November 2022.
Ia membeberkan contoh pembiaran konflik kepentingan oleh Jokowi. Pertama adalah ketika putusan Mahkamah Konstitusi perkara nomor 68/PUU-XX/2022 terkait pengujian Pasal 170 ayat 1 Undang-undang 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Putusan itu mengatakan menteri yang ingin maju dalam pemilu presiden 2024 tidak perlu mundur. Namun Kurnia mengatakan Presiden Jokowi bukan memastikan tidak ada konflik kepentingan, tetapi malah membiarkannya.
Baca juga: KTT G20 di Bali Dinilai Gagal Jika Tak Hasilkan Komunike
“Presiden kala itu mengatakan silakan maju dalam kontestasi pilpres, tidak perlu mundur sepanjang mengerjakan prioritas utama pekerjaannya sebagai menteri,” kata Kurnia mengulangi pernyataan Jokowi waktu itu.
Ia melihat sikap Presiden itu tidak jelas. Presiden Jokowi, kata dia, seolah lupa mandat yang diberikan kepadanya di dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 17 ayat 2, yang menyebut Presiden punya hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri kabinetnya.
“Mestinya Presiden menegaskan kalau ada anggota kabinet ingin maju 2024, silakan mengundurkan diri. Atau bahkan Presiden tidak salah memberhentikan menterinya yang terang ingin maju Pilpres 2024,” tutur Kurnia.
Pasalnya, Kurnia menilai bukan tidak mungkin ada anggota kabinet yang akan menggunakan fasilitas negara untuk menaikkan popularitas di hadapan masyarakat. Hal inilah permasalahan, yang menurut ICW, tidak disikapi secara tegas oleh Presiden Jokowi.
Pembiaran konflik kepentingan selanjutnya adalah ketika Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mencuri kesempatan mengkampanyekan anaknya saat pembagian minyak goreng gratis Kementerian Perdagangan ‘MinyaKita’ pada 9 Juli 2022. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu meminta warga untuk memilih anaknya, Futri Zulya Savitri, saat pemilu nanti. Futri Zulya Savitri bakal maju di Pileg 2024 sebagai calon anggota legislatif PAN daerah pemilihan (dapil) Lampung I.
Kurnia mengatakan memang sulit membedakan kapasitas Zulkifli Hasan saat itu yang menjabat Menteri Perdagangan untuk kepentingan negara dan disaat bersamaan sebagai ketua umum parpol. Ia menyayangkan Presiden Jokowi tidak tegas terkait masalah ini, dengan tidak menjatuhkan sanksi administratif misalnya, kepada Mendag yang disapa Zulhas ini.
ICW juga melihat pembiaran konflik kepentingan oleh Presiden Jokowi saat ia menunjuk tim panitia seleksi anggota KPU dan Bawaslu. Diketahui Juri Ardiantoro ditunjuk menjadi Ketua Panitia Seleksi KPU. Ia sempat menjadi Wakil Direktur Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam Pemilihan Presiden 2019 lalu. “Itu kami lihat sebagai konflik kepentingan,” kata Kurnia.
Bukan hanya permasalahan penunjukkan orang dalam. ICW juga menyoroti pelanggaran regulasi jika merujuk pada undang-undang pemilu, perwakilan pemerintah itu dibatasi tiga orang. “Tetapi ketika kita lihat ada lebih dari tiga orang perwakilan pemerintah dalam daftar tim pansel,” kata dia.
Selain itu, peneliti ICW juga melihat pemerintahan Jokowi serupa dengan pemerintahan lainnya dengan membagikan jabatan kepada pendukung politiknya. Dalam reshuffle sebelumnya, Jokowi memberikan posisi Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kepada Sekretaris Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni. Raja Juli diketahui tergabung dalam tim kampanye nasional Jokowi-Ma’ruf.
“Berdasarkan catatan ICW setidaknya ada 21 kursi kabinet yang diberikan Presiden Jokowi kepada para pendukungnya sejak 2019-2022,” kata Kurnia.
Bukan hanya kursi pemerintahan, ICW juga menyoroti jabatan komisaris Badan Usaha Milik Negara yang dibagi-bagikan kepada pendukung politik Jokowi-Ma’ruf. Berdasarkan catatan ICW, setidaknya ada 46 orang pendukung politik Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin yang berasal dari tim kampanye nasional hingga organisasi relawan yang menjadi komisaris BUMN hingga hari ini.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.