TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menemukan kartu pasien rumah sakit jiwa saat penggeledahan di rumah salah seorang pemeran video porno Kebaya Merah berinisial AH. Ia disebut mengalami gangguan jiwa berupa kepribadian ganda.
“Informasi yang kami terima dari penyidik, yang bersangkutan (AH) merupakan seseorang berkepribadian ganda,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur, Dirmanto, kepada Antara pada Kamis 10 November 2022 di Surabaya.
Pernyataan tersebut diperkuat usai tim penyidik menemukan kartu kuning dan sejumlah faktur tanda berobat ke salah satu rumah sakit jiwa di Surabaya.
Namun, mengutip laporan Antara, Dirmanto dan pihaknya belum dapat mengonfirmasi apakah AH merupakan pasien rawat jalan. Ia menyebut bahwa timnya masih menunggu hasil pemeriksaan lanjutan dari ahli.
Baca: Hentikan Kasus Video Porno Harvey Malaiholo, MKD: Dia Tidak Sengaja
Hukuman bagi Pemeran Video Porno Kebaya Merah
Saat ini, kedua pemeran video porno kebaya merah, yaitu AH dan ACS, dijerat dengan Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan Pasal 29 juncto Pasal 4 dan/atau Pasal 34 juncto Pasal 8 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Dikutip dari pemberitaan Antara, jeratan hukum tersebut adalah ancaman pidana lebih dari 5 tahun. "Dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun," ujar Farman selaku Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur kepada Antara pada Rabu, 9 November 2022.
Apakah Penderita Gangguan Jiwa Dapat Lolos Jerat Hukum?
Namun, dengan salah satu pemeran diduga mengidap gangguan jiwa, lantas dapatkah AH lepas dari jeratan hukum tersebut?
Terdapat pengecualian kepada pengidap gangguan jiwa pada Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana alias KUHP. Namun, perlu digarisbawahi bahwa tidak semua jenis gangguan jiwa serta-merta terbebas dari jerat hukum.
Pasal 44 Ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa tiada dapat dipidana barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.
Dengan kata lain, pasal tersebut menunjukkan bahwa orang yang terbukti mengidap gangguan jiwa dapat terbebas dari jerat pidana.
Selain Pasal 44 Ayat (1), Pasal 44 Ayat (2) KUHP turut mempertegas bahwa apabila perbuatan pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang tersebut dimasukkan ke rumah sakit jiwa dengan durasi perawatan paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
Gangguan Jiwa di Mata Hukum Indonesia
Sementara itu, pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, orang dengan gangguan jiwa didefinisikan sebagai seseorang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
Lebih lanjut, beberapa bentuk gangguan jiwa dalam hukum pidana adalah gangguan jiwa organik, skizofrenia, gangguan waham, gangguan skizotipal, gangguan neurotik, gangguan perilaku masa anak dan remaja, gangguan psikosomatik, dan retardasi atau perlambatan pertumbuhan mental.
Dengan begitu, secara umum, setiap kondisi abnormal seseorang baik secara fisik maupun mental dapat disebut sebagai gangguan jiwa yang dipandang dapat terbebas dari jerat hukum.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN I SDA
Baca juga: Polisi Sebut Video Porno Kebaya Merah Merupakan Pesanan Orang di Twitter
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.