Jakarta - Ketua Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi berharap Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan segera dibahas oleh DPR dan pemerintah kemudian disahkan. RUU Daerah Kepulauan sudah berulang kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Priorotas, namun belum kunjung dibahas.
"Kami berharap RUU Daerah Kepulauan ini menjadi kenyataan," kata Ali Mazi dalam Working Group Discussion (WGD) RUU Daerah Kepulauan di Hotel Sultan Jakarta, Kamis, 3 November 2022. RUU Daerah Kepulauan sejatinya sudah diperjuangkan sejak 18 tahun lalu.
Pernah terbentuk panitia khusus RUU Daerah Kepulauan pada DPR masa kerja 2014-2019. Hanya saja, pembahasannya saat itu terhenti karena pemerintah tak menyampaikan Daftar Inventarisir Masalah (DIM). Kini, RUU tersebut masuk Prolegnas Prioritas 2023.
"RUU Daerah Kepulauan sudah berkali-kali masuk Prolegnas prioritas, tetapi belum kunjung dibahas. Padahal isi RUU ini bukan sekadar wacana, melainkan sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan dan pesisir," kata Ali Mazi. Pada prinsipnya, dia melanjutkan, poin-poin dalam RUU ini mendorong kesamaan dan kesetaraan antara daerah berciri kepulauan dengan daerah berbasis kontinen atau daratan.
Pokok-pokok RUU Daerah Kepulauan, menurut Ali Mazi, memuat lima hal penting. Pertama, menjamin kepastian hukum dalam mengelola potensi daerah bagi pemerintah daerah kepulauan; kedua, menghormati kesetaraan antara daerah berciri kepulauan dengan daerah berciri daratan; ketiga, mewujudkan pembangunan daerah kepulauan yang berkeadilan. Keempat, mendorong pertumbuhan ekonomi; dan kelima, meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan.
Dalam mewujudkan tujuan RUU Daerah Kepulauan tadi, Ali Mazi menjelaskan, ada tujuh sektor yang perlu diperkuat. Pertama, sektor kelautan dan perikanan; kedua, sektor perhubungan atau konektivitas; ketiga, sektor energi dan sumber daya mineral; keempat, sektor pendidikan tinggi. Kelima, sektor kesehatan; keenam, sektor perdagangan antar-pulau dalam skala besar; dan ketujuh, sektor ketenagakerjaan. "Mari kita mendalami tujuh sektor tersebut sehingga kian meyakinkan bahwa RUU ini memang penting untuk segera disahkan," ujarnya.
Ahli Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia, Harsanto Nursandi mengatakan perlu mengkaji ulang RUU Daerah Kepulauan. Musababnya, menurut dia, banyak hal dalam RUU ini yang beririsan dengan peraturan lainnya. Di antaranya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang juga mengatur tentang daerah kepulauan, daerah pesisir, dan pulau-pulau kecil. Ada pula Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
"Kalau saja rancangan undang-undang ini bisa gol sebelum 2014, itu momentumnya pas karena belum ada revisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 (yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014)," kata Harsanto. Beleid terbaru yang juga beririsan dengan RUU Daerah Kepulauan, menurut dia, adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Kalau RUU Daerah Kepulauan ini disahkan sebelum 2014, ini sungguh luar biasa," kata Harsanto. "Saya mendorong RUU ini berlanjut. Hanya saja, perlu penyesuaian dan jangan sampai kehilangan momentum karena daerah membutuhkan untuk mengelola wilayahnya." (*)