TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP dijadwalkan tuntas bulan ini. Sumber Tempo menyebut pendapat fraksi dan persetujuan dari DPR soal RKUHP akan digelar pada 22 November mendatang.
Adapun besok, Rabu, 9 November 2022, rencananya bakal ada penyampaian hasil sosialisasi RKUHP oleh Kementerian Hukum dan HAM. Di tanggal 14 November, DPR Komisi Hukum menggelar rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah aliansi. Sementara pembahasan draf RKUHP rencananya digelar pada 21 November.
Saat dikonfirmasi, anggota DPR Komisi Hukum, Didik Mukrianto, membenarkan jadwal tersebut. Menurut dia, RKUHP masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2022. Didik mengatakan pembahasan di tingkat I sudah selesai, sehingga tinggal menuntaskan pembahasan di tingkat II.
Baca juga: RKUHP Bakal Disahkan Akhir Tahun, Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Terlalu Dipaksakan
“RKUHP adalah Prolegnas prioritas 2022. Maka di masa sidang inilah harus diselesaikan. Untuk itu sebagai tugas konstitusionalnya, Komisi III menyusun perencanaan kerja sebagaimana dimaksud,” kata Didik kepada Tempo, Selasa, 8 November 2022.
Adapun RKUHP disebut Didik merupakan carry over dari DPR periode sebelumnya. DPR periode 2014-2019, kata dia, telah membentuk panitia kerja (Panja) RKUHP.
Koalisi masyarakat sipil sebelumnya menilai RKUHP mempunyai 14 isu krusial yang mesti direvisi. Menurut Didik, DPR dan pemerintah telah memutuskan untuk menunda pengesahan RKUHP dan memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk menggelar sosialisasi terhadap 14 isu krusial tersebut.
“Atas dasar itu berdasarkan laporan pemerintah, 14 isu krusial tersebut telah disosialisasikan kepada masyarakat. Hasil sosialisasi tersebut, dengan berbagai masukan masyarakat, pemerintah telah menyempurnakan draf RKUHP khusus kepada 14 isu krusial tersebut,” kata dia.
Sementara itu, anggota Komisi Hukum lainnya, Taufik Basari, menyebut DPR periode sebelumnya sudah banyak mendengar pendapat dan masukan dari masyarakat.
“Menurut rekan-rekan komisi III yang terlibat pembahasan saat DPR periode lalu, pada periode 2014-2019 sudah banyak mendengar pendapat dan masukan dari masyarakat yang disampaikan ketika DPR membahas draf RKUHP bersama pemerintah,” kata Taufik kepada Tempo, Selasa, 8 November 2022.
Kendati demikian, ia berpendapat bahwa draf terakhir yang disampaikan pemerintah tetap perlu meminta aspirasi masyarakat. Tujuannya, kata dia, untuk menyisir masukan substantif yang belum terakomodir dalam draf RKUHP.
“Saya tetap berpendapat bahwa terhadap draf terakhir yang disampaikan pemerintah yang sudah terdapat perubahan-perubahan tetap perlu meminta masukan masyarakat, termasuk menyisir mana masukan substantif yang masih belum terakomodir,” kata dia.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil menilai RKUHP belum layak jika disahkan pada akhir tahun ini. Anggota koalisi masyarakat sipil, Haris Azhar, menyebut perlu ada diskusi yang lebih dalam dan pelibatan partisipasi publik kala membahas RKUHP.
“Dengan adanya kebutuhan diskusi dengan sektor-sektor tertentu pastinya akan butuh banyak waktu dan ruang. Saya tidak yakin jika Desember sudah layak disahkan," kata Haris kepada Tempo, Jumat, 28 Oktober 2022.
Haris menjelaskan, pemerintah sudah sepatutnya menyampaikan lebih dulu soal proses yang sudah dilakukan. Selain itu, pemerintah hendaknya berkenan menerima masukan maupun dinamika yang muncul mengenai substansi pada pasal-pasal RKUHP tersebut.
"Apakah layak? Atau dipaksakan? Karena yang penting, selain substansi, adalah prosesnya yang tepat dan partisipatif," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M. Isnur, menyebut belum ada perbaikan pada pasal-pasal yang dinilai bermasalah di RKUHP.
"Kita belum mendengar draf-draf perbaikan yang sudah disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil kepada pemerintah. Jadi kami menganggap sampai saat ini masih menggunakan pasal-pasal yang lama, pasal-pasal yang masih mengandung ancaman yang berbahaya bagi demokrasi," kata Isnur.
Menurut Isnur, RKUHP masih memuat pasal karet di sana sini. Salah satunya pasal penghinaan kepada pemerintah yang menurutnya dapat mengancam kebebasan berekspresi.
"Misalnya untuk pasal penghinaan untuk pejabat umum, penguasa, pemerintah, lembaga negara, presiden, itu pasal-pasal yang suka berbahaya karena juga akan mengancam semua orang. Yang kritis bisa kena,” kata dia.
Baca juga: Wamenkumham Sebut #SemuaBisaKena Pada Pasal Penghinaan Presiden Logika Sesat
IMA DINI SHAFIRA | HAMDAN ISMAIL