INFO NASIONAL - Ketua MPR Bambang Soesatyo yang juga Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan TNI Polri (FKPPI)/Kepala Badan Bela Negara FKPPI, menuturkan FKPPI melalui PIM Pictures dan Garasi Film akan memproduksi film Anak Kolong.
Film ini akan diproduseri oleh Rudy Salim dan Agustinus Sitorus (Filosofi Kopi dan Love for Sale). Posisi sutradara dipercayakan kepada Ivan Bandhito (Kau dan Dia serta Meraih Mimpi di Awan). Film Meraih Mimpi di Awan meraih 2 penghargaan di Festival Film Bandung untuk Pemeran Wanita Terpuji dalam Film Televisi dan Festival Film Bandung untuk Pemeran Pria Terpuji di Film Televisi. Ivan Bandhito juga berpengalaman membuat 150 judul film FTV.
Sedangkan penulis skenario film Anak Kolong dipercayakan kepada Armantono. Sejak tahun 1990 hingga sekarang telah menulis berbagai skenario film cerita maupun drama televisi, antara lain Virgin (2004) dan Hafalan Shalat Delisa (2011). Armantono juga menulis skenario film Malaysia yaitu Lagenda Budak Setan (2011) dan Ombak Rindu (2012) yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama.
Film Anak Kolong menceritakan pesan moral, perjuangan hidup, hingga pentingnya menjaga pluralisme dalam kebangsaan. Ada lima karakter tokoh yang terdapat di dalam film 'Anak Kolong', dengan latar belakang berbeda.
“Tokoh utamanya, Arya, merupakan anak seorang prajurit AD dengan kehidupan yang serba pas-pasan. Ia mempunyai 2 orang adik yang tinggal di salah satu asrama dengan ukuran yang serba pas-pasan juga. Arya mendapat didikan disiplin dari ayahnya yang merupakan seorang prajurit, hingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan lulusan akademi militer dengan predikat terbaik," tutur Bamsoet usai menerima pengurus FKPPI yang akan memproduksi film Anak Kolong, Jumat, 4 November 2022.
Istilah ‘Anak Kolong' merupakan sebutan dalam bahasa sehari-hari untuk anak tentara atau anak yang besar di asrama tentara. Istilah ini telah dipakai sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia. Asal usul istilah ini berasal dari keadaan tangsi anggota KNIL yang sangat memprihatinkan.
"Tentara yang berkeluarga ditempatkan pada asrama dengan ukuran kecil dan berhimpitan. Karena kecilnya ruangan, seringkali tidak cukup untuk ditempati lebih dari satu tempat tidur. Akibatnya anak-anak terpaksa tidur di bagian bawah dipan atau kolong. Dari sinilah muncul istilah tersebut,” kata Bamsoet. (*)