JAKARTA - Setiap kemasan pangan yang beredar di masyarakat harus memenuhi standar dan lulus uji. Sejumlah lembaga dengan laboratorium terakreditasi dapat menguji untuk memastikan apakah suatu kemasan pangan telah memenuhi standar tertentu atau belum.
Lembaga tersebut di antaranya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM); Balai Besar Standardisasi Pelayanan Jasa Industri Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBSPJIKFK) Kementerian Perindustrian; dan beberapa perusahaan swasta. Kepala Balai Besar Standardisasi Pelayanan Jasa Industri Kimia, Farmasi dan Kemasan (BBSPJIKFK) Muhammad Taufiq mengatakan, acuan dalam pengujian dan standardisasi kemasan pangan adalah Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2021 tentang Label Pangan Olahan, dan rujukan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).
"Ketatnya peraturan tentang kemasan pangan demi keamanan dan keselamatan masyarakat," kata Taufiq kepada Tempo, Senin, 24 Oktober 2022. Kemasan pangan berfungsi mewadahi dan membungkus, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak dengan isinya. Kemasan pangan harus mampu melindungi produk dari kontaminasi, memelihara kualitas, dan meningkatkan masa simpan. Kemasan juga mesti melindungi pangan dari pengaruh lingkungan, seperti cahaya, oksigen, kelembapan, mikroorganisme, serangga, debu, bau tidak sedap, hingga pengaruh fisik, seperti tekanan, terjatuh, getaran dan sebagainya. Dari sisi ekonomi, kemasan bertujuan memenuhi keinginan konsumen, memperluas pangsa pasar, meningkatkan nilai jual, mencerminkan keunikan produk, serta memudahkan distribusi dan transportasi.
Terdapat delapan jenis bahan kemasan yang boleh berkontak dengan pangan. Material itu adalah plastik, karet atau elastomer, kertas dan karton, penutup/gasket/segel, pelapis, keramik, gelas, dan logam. Dari delapan jenis bahan itu, Taufiq mengatakan, tren penggunaan kemasan untuk pangan yang paling banyak digunakan adalah plastik.
Dalam menguji kemasan pangan, Taufiq mengatakan, Balai Balai Besar Standardisasi Pelayanan Jasa Industri Kimia, Farmasi dan Kemasan berpedoman pada berbagai standardisasi, baik nasional maupun internasional, termasuk dua peraturan BPOM tadi dan SNI. "Peraturan untuk pemasan pangan sangat rigid dan banyak," katanya.
Peraturan tersebut mengatur zat kimia atau senyawa apa saja yang boleh kontak terhadap pangan, boleh kontak dengan persyaratan minimum, dan dilarang kontak. Untuk mengetahui zat apa saja yang dilarang kontak dengan pangan, maka dilakukan uji migrasi logam berat. Senyawa logam berat itu adalah timbal, kadmium, raksa, dan arsenik.
Mengenai uji migrasi senyawa yang boleh kontak dengan pangan beserta persyaratan minimum, menurut Taufiq, perlu disesuaikan dengan materialnya. Dia mencontohkan, Air Minum dalam Kemasan (AMDK) kemasan Polikarbonat (PC) memiliki senyawa bernama Bisphenol A, yang berpotensi mencemari isinya dalam keadaan tertentu. "Artinya, sifat karsiogenik ini akan timbul dalam kondisi tertentu, seperti jika berada pada suhu tinggi" ujar Taufiq.
Taufiq melanjutkan, dalam pengujian dan/atau sertifikasi air minum dalam kemasan, proses tersebut berjalan ketika produk sudah dikemas dan dibawa atau diserahkan ke laboratorium. "Ketika produk sudah jadi atau end product, baru diuji," ujarnya. Hasil pengujian dan sertifikasi ini tidak berlaku apabila isi dalam kemasan sudah bertambah, bercampur dengan zat lain, atau berisi konten baru.