TEMPO.CO, Jakarta -Paham Wahabi kembali dibicarakan oleh publik usai Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama alias LD PBNU memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar melarang penyebaran paham Wahabi di Indonesia.
Rekomendasi tersebut disampaikan dalam rangkaian acara Rapat Kerja Nasional ke-IX PBNU pada 25 - 27 Oktober 2022 lalu.
Dalam hal ini, Ahmad Fahrurrozi selaku Ketua PBNU Bidang Keagamaan menjelaskan bahwa paham Wahabi yang dimaksud adalah Wahabi takfiri, yaitu paham yang gemar mengafirkan kelompok lain ataupun kelompok seagama.
Wahabi Takfiri
“Wahabi takfiri itu menjadi awal gerakan radikal ISIS yang merusak hubungan sesama muslim. Mereka menganut paham kawan (dan) lawan terhadap kelompok lain, dan tidak mau menerima perbedaan pandangan atau kebenaran pihak di luar kelompoknya,” kata Fahrur kepada Tempo pada Sabtu, 29 Oktober 2022.
Fahrur turut menegaskan bahwa sejak dulu PBNU memang menolak paham Wahabi takfiri karena dinilai dapat memecah belah umat Islam. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan paham Wahabi?
Mengenal Paham Wahabi
Mengutip situs resmi NU, Wahabi merupakan sebutan bagi pengikut ajaran Muhammad bin Abdul Wahab, yaitu tokoh yang diklaim oleh pengikutnya sebagai pemurni ajaran tauhid. Abdul Wahab diperkirakan wafat pada 1793 masehi.
Berdasarkan catatan sejarah, Muhammad bin Abdul Wahab tinggal di Kampung Uyainah, Najd atau sekitar 70 kilometer ke arah barat laut dari Kota Riyadh Saudi Arabia.
Situs NU menyebut bahwa Muhammad bin Abdul Wahab merupakan pengikut mazhab Imam Ahmad, tetapi dalam berakidah ia mengikuti Ibnu Taimiyah.
Apabila merujuk catatan sejarah Britannica, ide-ide dasar dalam khotbah paham Wahabi biasanya berkutat soal radikalisme reformasi agama yang berkembang di sejumlah dunia Arab, seperti Mesir dan Iran.
Baca juga : PBNU Rekomendasikan Pemerintah Larang Paham Wahabi
Oleh karena itu, situs NU menyebut bahwa pemikiran paham Wahabi kerap kali bersifat keras dan kaku karena hanya didasarkan pada bunyi-bunyi harfiah atau secara kebahasaan pada teks Al-Quran dan Hadis.
Tak Hanya NU
Dalam beberapa kasus, paham Wahabi juga dikenal kerap mengafirkan sejumlah tradisi, seperti kegiatan tahlil di kampung-kampung, perayaan maulid Nabi Muhammad, hingga pembacaan manakib, yaitu penceritaan kisah perjuangan para nabi atau wali.
Sebenarnya, penolakan terhadap ajaran Wahabi tidak hanya diutarakan oleh organisasi keagamaan, seperti NU, tetapi juga sempat disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Mahfud MD.
Merujuk rekaman kegiatan Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah 2020 dengan tema Menjaga Kedaulatan NKRI pada kanal YouTube Muhammadiyah Channel, Mahfud MD sempat menyebut bahwa Wahabi tidak cocok di Indonesia.
“Dibangun dengan wahabi salafi, enggak cocok di kita (di Indonesia),” kata Mahfud pada acara yang berlangsung Kamis, 21 April 2022 tersebut.
Meskipun begitu, Mahfud MD tidak memberikan perincian pernyataan tersebut. Ia hanya menjelaskan bahwa paham Wahabi boleh-boleh saja asal berkembang di tempat kelahirannya saja. “Boleh di sana. Karena hukum itu sesuai kebutuhan waktu, lokal, dan tempatnya,” kata Mahfud menambahkan.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN
Baca juga : Wahabi Dilarang PBNU, di Negara Mana Saja Paham Ini Menyebar?
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.