TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil menilai Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) belum layak jika disahkan pada akhir tahun ini. Anggota Koalisi Masyarakat Sipil, Haris Azhar yang mengungkapkan bahwa perlu ada diskusi yang lebih dalam dan semestinya mengajak partisipasi masyarakat dalam RKUHP ini. Bukan cuma mengajak ahli pidana saja.
"Dengan adanya kebutuhan diskusi dengan sektor-sektor tertentu pastinya akan butuh banyak waktu dan ruang. Saya tidak yakin jika Desember sudah layak disahkan," kata Haris pada pesan tertulis kepada Tempo pada Jumat 28 Oktober 2022.
Haris menjelaskan Pemerintah sudah sepatutnya, menyampaikan lebih dahulu mengenai proses yang sudah dilakukan. Selain itu, Pemerintah juga harus menerima masukan atau dinamika yang muncul mengenai substansi pada pasal-pasal RKUHP tersebut.
"Apakah layak? Atau dipaksakan? Karena yang penting, selain substansi, adalah prosesnya yang tepat dan partisipatif," ujarnya.
Haris mengungkapkan pemerintah semestinya bukan sekedar klaim dan asal Desember saja. "Karena saya ingin mengingatkan lagi, bahwa penolakan-penolakan yang terjadi atas dasar materi RKUHP yang cukup banyak, maka sektor-sektor tertentu harus dibahas dengan pihak tertentu pula yang relevan," tambahnya.
YLBHI sebut masih ada pasal karet
Dihubungi terpisah, M. Isnur selaku dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan tergabung dalam advokasi RKUHP menyampaikan belum ada perbaikan pada pasal-pasal tersebut.
"Kita belum mendengar draft-draft perbaikan yang sudah disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil kepada pemerintah. Jadi kami menganggap sampai saat ini masih menggunakan pasal-pasal yang lama, pasal-pasal yang masih mengandung ancaman yang berbahaya bagi demokrasi," kata Isnur.
Isnur menyampaikan pada pasal-pasal RKUHP yang masih terdapat banyak yang karet di sana sini. Diantaranya adalah pasal penghinaan kepada pemerintah yang menurutnya dapat mengancam kebebasan berekspresi.
"Misalnya untuk pasal penghinaan untuk pejabat umum, penguasa, pemerintah, lembaga negara, presiden, itu pasal-pasal yang suka berbahaya karena juga akan mengancam semua orang," ujarnya.
"Yang kritis bisa kena, termasuk pasal-pasal yang terkait ancaman terhadap demonstrasi yang tanpa pemberitahuan itu juga sangat berbahaya karena orang akan terancam kebebasan berekspresinya," tambahnya.
Isnur menjelaskan bahwa ada 24 pasal yang bermasalah dalam RKUHP tersebut. Oleh karena itu, ia pun berharap agar KUHP ini agar tidak terburu-buru disahkan.
"Jadi menurut kami, sebelum itu selesai semua harusnya jangan dulu disahkan. Jadi berikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan pasal-pasal ini, pasal-pasal yang menurut masyarakat sipil sekitar ada 24 masalah yang tertuang di dalamnya dan jangan tergesa-gesa sampai terjadi lagi kejadian di mana semua orang merasa kecewa dan marah dan bergerak," kata dia.
Pembahasan 14 materi kontroversial
Sebelumnya, Wamenkumham Edward Omar Sharief Hiariej pada kunjungannya di Palangkaraya mengungkapkan RKUHP akan disahkan menjadi undang-undang oleh pemerintah dan DPR pada akhir tahun ini. Ia mengatakan pemerintah terus melakukan pembahasan terkait 14 isu kontroversial dalam RKUHP.
"Kalau seberapa yakin, sangat yakin insya Allah akhir tahun ini akan diketok. Yang kedua terkait 14 isu kami selalu melakukan pembahasan. Dan ada perubahan-perubahan cukup signifikan, dari sisi formulasi ada yang kita ubah tapi ada juga yang ditake out, dikeluarkan," kata dia setelah agenda Kumham Goes To Campus di Universitas Palangkaraya pada Rabu 26 Oktober 2022.
Meski begitu, Eddy mengungkapkan pihaknya belum bisa menyatakan lebih jauh terkait hal tersebut karena kewenangan pembentukan Undang-Undang juga ada pada DPR.
"Tapi sekali lagi kami belum menyatakan karena kewenangan pembentukan Undang-Undang ada pada DPR, kami harus berdiskusi dengan tim ahli dan teman-teman di Komisi III," ujarnya.
Baca: Ramai Pasal Pidana Check In Hotel dalam RKUHP, Sekjen PHRI: Ini Ranah Privat