Jakarta - Rancangan Undang-undang Daerah Kepulauan telah melewati proses yang cukup panjang. Selama 17 tahun dan dua kali berganti nama, RUU Daerah Kepulauan belum juga diketok.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Nono Sampono mengatakan, proses tersebut membuat RUU Daerah Kepulauan memiliki muatan yang luar biasa, telah diuji oleh para pakar, dan benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. "Semestinya tidak ada alasan lagi untuk tidak mengesahkan RUU Daerah Kepulauan," kata Nono Sampono dalam Focus Group Discussion RUU Daerah Kepulauan di Jakarta pada Senin, 3 Oktober 2022.
Lantaran politik anggaran masih berbasis jumlah penduduk dan luas wilayah yang notabene adalah daratan, menurut Nono Sampono, maka yang beruntung adalah pulau-pulau besar dengan jumlah penduduk yang padat. Contoh, APBD Provinsi Maluku pada 2022 sebesar Rp 2,8 triliun. Bandingkan dengan APBD Kabupaten Bogor sebesar Rp 7,76 triliun atau APBD Kabupaten Malang Rp 4 triliun. "Padahal Maluku ini provinsi," kata Nono. Problemnya adalah pemerintah pusat tidak menghitung perairan di provinsi kepulauan sebagai bagian dari luas wilayah mereka.
Terdapat delapan provinsi kepulauan yang tergabung dalam Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan. Mereka adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Banga Belitung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Di Provinsi Kepulauan Riau misalkan, luas wilayahnya 8.201 kilometer persegi dengan 96 persen berupa perairan dan 4 persen daratan. Provinsi Maluku Utara seluas 145 ribu kilometer persegi, sementara luas lautan mencapai 113 ribu kilometer persegi (78 persen) dan daratan hanya 31 ribu kilometer persegi (22 persen). Begitu pula yang terjadi di provinsi kepulauan lainnya, di mana wilayah perairan lebih luas ketimbang daratan.
Baca juga:
Dengan politik anggaran dan kondisi wilayah tadi, Nono Sampono melanjutkan, sudah jelas bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Yang artinya, daerah-daerah berciri kepulauan membutuhkan sentuhan berbeda dengan daerah non-kepulauan. Sebab itu, Nono Sampono melanjutkan, tidak bisa simestris dalam membangun Indonesia beserta masyarakatnya.
"RUU Daerah Kepulauan merupakan sebuah desain hukum untuk menghadirkan negara supaya masyarakat di daerah sejahtera," kata Nono Sampono. "Yang penting negara hadir untuk menyelesaikan masalah yang menjadi tanggung jawabnya. Tinggal pemerintah pusat mau atau tidak menyelesaikan ini?"
Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir (ASPEKSINDO) Rokhmin Dahuri mengatakan, daerah kepulauan akan terus melarat apabila pemerintah pusat tetap menghitung alokasi anggaran berdasarkan jumlah penduduk dan luas daratan. "Tidak ada alasan menunda-nunda RUU Daerah Kepulauan ini. Perhatikan dampak negatif dari disparitas pembangunan yang jomplang," katanya. "Tanpa RUU Daerah Kepulauan, maka alokasi APBN akan terus-menerus ke daerah daratan, yakni pulau Jawa."
Rokhmin menyampaikan apa saja manfaat dari RUU Daerah Kepulauan. Pertama, alokasi APBN yang lebih objektif dan proporsional; kedua, mendorong optimalisasi potensi di daerah kepulauan dan pesisir; ketiga, membangun sentra pertumbuhan ekonomi baru di pulau-pulau kecil dan terluar di seluruh wilayah NKRI
Rokhmin Dahuri mencontohkan, salah satu jurus melawan illegal fishing adalah memajukan perekonomian di sektor perikanan. Misalkan dengan membangun sentra penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif dan mendirikan industri pengolahan di dekatnya. "Upaya ini turut mengembangkan ekonomi wilayah," ujarnya.
Selain delapan daerah yang sudah tergabung dalam BKS Provinsi Kepulauan, Rokhmin Dahuri mengutarakan beberapa daerah lain yang memiliki ciri yang sama dan mestinya masuk ke dalam badan kerja sama tersebut. Mereka adalah Aceh, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Papua Barat.
Ketua Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi berharap RUU Daerah Kepulauan segera disahkan, sehingga mampu menjawab persoalan pembangunan di daerah kepulauan, termasuk wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, terluar, dan tertinggal. "Ini semua demi kemajuan masyarakat dan seluruh wilayah kepulauan dalam bingkai NKRI, dengan Indonesia menjadi poros maritim dunia," katanya. (*)