TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama kalangan masyarakat pendidik, orang tua, jurnalis, pemeriksa fakta, guru, asosiasi guru, hingga wakil dari Dinas Pendidikan dari berbagai daerah. Acara itu digelar selama dua hari pada 24 dan 25 Oktober 2022 di Jakarta.
Dalam pertemuan itu disepakati bahwa sekolah dan kampus perlu memasukkan materi cek fakta dan literasi media. Hal ini merupakan upaya untuk memerangi hoaks yang beredar di tengah masyarakat.
Materi cek fakta itu diyakini sebagai imunisasi bagi siswa dan mahasiswa agar mereka tahu membedakan fakta dan hoaks yang beredar di berbagai platform digital.
Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho menjelaskan, tujuan dari upaya ini adalah untuk mengembangkan nalar kritis siswa dan mahasiswa. Sehingga mereka memiliki keahlian memilah mana hoaks dan fakta ketika mendapatkan informasi.
"Tidak mudah terlena oleh informasi yang mereka terima dari medsos maupun media perpesanan,” ujar melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 25 Oktober 2022.
Pengamat pendidikan, Darmaningtyas mengatakan, strategi yang tepat memasukkan materi cek fakta dan literasi media adalah dengan cara intervensi dan terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran. "Diperlukan nalar kritis saat menghadapi informasi dan itu bisa dimasukkan dalam sejumlah mata pelajaran," katanya.
Karena itu, Mafindo, AMSI, dan AJI menggandeng berbagai pihak untuk menyiapkan advokasi kebijakan agar materi cek fakta dan literasi media bisa diakomodasi dalam kurikulum pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi. Bentuknya bisa terintegrasi dengan mata pelajaran maupun ekstra kurikuler.
Sebelumnya, AJI, AMSI, dan Mafindo didukung Google News Initiative memiliki platform cekfakta.com yang berfungsi untuk cek fakta terhadap informasi yang beredar. Sehingga dapat memudahkan masyarakat membedakan informasi yang benar dan hoaks.