TEMPO.CO, Jakarta - Charity Aid Foundation (CAF) menerbitkan laporan tahunan tentang negara dermawan negara di seluruh penjuru dunia, Indonesia menjadi peringkat pertama berdasarkan World Giving Index (WGI) 2022 dengan jumlah presentase 68 persen pada 21 Oktober 2022.
“Ini menunjukkan kuatnya tradisi menyumbang kita yang diinspirasi oleh ajaran agama dan tradisi lokal yang sudah dipraktikkan puluhan tahun. Kondisi pandemi ternyata tidak berpengaruh pada minat dan antusiasme menyumbang masyarakat Indonesia dan hanya berdampak pada jumlah dan bentuk donasi yang disumbangkan,” ujar Ketua Badan Pelaksana Public Interest Research and Advocacy Center Hamid Abidin dalam keterangannya Sabtu 22 Oktober 2022.
Hamid juga menjelaskan pengaruh ajaran agama yang kuat juga menjadi salah satu kunci keberhasilan para pegiat filantropi, khususnya Islam, dalam Lembaga pengelola Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf (ZISWAF) yang mana mereka mengembangkan trategi penggalangan sumbangan keagamaan secara konvensional dan digital, serta menerapkan standar pengelolaan donasi secara tranparant dan akuntable.
Berdasarkan index data World Giving Index (WGI) 2022, Indonesia memiliki jumlah presentasi 68 persen, lebih rendah 3 persen dibanding skor di tahun sebelumnya. Pencapaian ini menempatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan dalam kurun waktu 5 tahun bertutut-turut.
Hasil penelitian CAF menunjukkan 84 persen orang Indonesia menyumbang uang pada tahun 2021, jauh lebih tinggi dari skor rata-rata global (35 persen). Persentase warga Indonesia yang berpartisipasi dalam kegiatan kerelawanan juga tinggi (63 persen), hampir 3 (tiga) kali lebih besar dari angka rata-rata global (23 persen). Sementara persentase warga yang menyumbang untuk orang asing berjumlah 58 persen, sedikit lebih rendah dari angka rata-rata global (62 persen).
“Peneliti dan pegiat Filantropi menilai keberhasilan pegiat Filantropi dalam mengoptimalkan pemanfaatan TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi) untuk kegiatan filantropi juga ikut andil dalam mendongkrak posisi Indonesia di WGI.” Kata Hamid
Pemanfaatan TIK menurut Hamid juga menjadi tonggak Lembaga filantropi bisa tetap beroperasi di masa pandemi dan memfasilitasi penyaluran sumbangan dari masyarakat. Namun seperti di tahun sebelumnya, berbagai peraturan perundang-undangan terkait Filantropi (UU 9/1961, PP 29/1980, Permensos 28/2021, dll) justru menghambat kedermawanan Indonesia, karena dianggap sudah ketinggalan zaman, kurangnya pendukung dan cenderung restriktif terhadap kegiatan kedermawanan.
“Sementara Insentif pajak di Indonesia belum menjadi pendorong warga untuk donasi karena cakupannya terbatas, jumlah insentif yang kecil, serta ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan dalam penerapan kebijakannya.” ujar Hamid
Hamid memperkirakan beberapa tahun yang mendatang, sektor filantropi diseluruh dunia khususnya di Indonesia akan menghadapi 3 tantangan berat, yakni lingkungan geopolitik yang tidak stabil akibat perang Rusia - Ukraina, ancaman resesi ekonomi global, dan dampak perubahan iklim yang mempengaruhi pasokan makanan, migrasi dan bencana alam. Dukungan pemerintah menjadi salah satu cara agar dapat menunjang keberlanjutan organisasi Filantropi dan juga nirbala.
Dinda Nataya Begjani
Baca: Risma Soal Penyelewengan Dana Umat ACT: Sebelum jadi Menteri Sudah Saya Ingatkan