Selepas sidang, tim kuasa hukum Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo menilai tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap eksepsinya tidak menguraikan secara jelas peristiwa pidana yang terjadi. Koordinator kuasa hukum terdakwa, Arman Hanis, mengatakan JPU hanya menanggapi secara formil eksepsi terdakwa sebelumnya. Padahal, kata Arman, surat dakwaan harus disusun secara cermat dan jelas.
“Rangkaian atau urutan petistiwa harus betul-betul dirangkaikan sehingga apa yang menjadi perbuatan pidana oleh masing-masing terdakwa bisa kelihatan,” kata Arman Hanis usai sidang pembacaan tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa, Kamis, 20 Oktober 2022.
Menurut tim kuasa hukum, Jaksa Penuntut Umum tidak konsisten dalam menyusun rangkaian peristiwa yang tercantum dalam dakwaan, termasuk tidak menjelaskan uraian peristiwanya secara utuh.
Dakwaan jaksa
Ferdy Sambo dijerat dengan dua dakwaan, yakni terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dan obstruction of justice atau upaya merintangi penyidikan kasus pembunuhan tersebut. Pada dakwaan pertama, Jaksa menjerat Sambo dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sambo dianggap menyusun rencana pembunuhan Yosua di lantai tiga rumah pribadinya di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan. Jaksa menilai rencana pembunuhan itu disusun Sambo dengan memerintahkan Bripka Ricky Rizal dan Bhadara E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk menembak Yosua, tetapi hanya Bharada E yang menyanggupi perintah tersebut.
Selain itu, jaksa juga menilai Sambo membuat skenario agar istrinya, Putri Candrawathi, melakukan isolasi mandiri di rumah dinasnya yang terletak di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam isolasi mandiri itu, menurut dakwaan jaksa, Putri mengajak Yosua, Ricky, Richard dan Kuat Ma'ruf.
Setelah itu, Sambo juga didakwa memerintahkan Bharada E untuk menembak Yosua di rumah Duren Tiga. Sambo bahkan disebut ikut melepaskan satu tembakan ke arah kepala yang membuat Yosua akhirnya meregang nyawa.
Sementara dalam kasus obstruction of justice, Sambo dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider dan subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa juga menjerat Sambo dengan Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan kedua ini, Ferdy Sambo disebut berperan dalam upaya penghilangan alat bukti berupa rekaman CCTV di sekitar rumah dinasnya yang menjadi lokasi pembunuhan Brigadir J. Menurut dakwaan jaksa, hal itu terlihat dari sejumlah perintah yang Sambo berikan kepada para anak buahnya seperti Brigjen Hendra Kurniawan dan AKBP Arif Rahman Arifin.