TEMPO.CO, Jakarta - Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan bersama lima mantan anggota Polri yang terlibat obstruction of justice kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J akan didakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Rabu, 19 Oktober 2022.
Sidang obstruction of justice dengan terdakwa Arif Rahman Arifin, Agus Nurpatria, dan Hendra Kurniawan dipimpin oleh Hakim Ketua Ahmad Suhel, dengan hakim anggota Djuyamto dan Hendra Yuristiawan. Kemudian, sidang obstruction of justice dengan terdakwa Chuck Putranto, Irfan Widyanto, dan Baiquni Wiboro, majelis hakimnya dipimpin Afrizal Hadi dengan anggota Ari Muladi dan M Ramdes.
istilah obstruction of justice ini pun mengemuka berkali-kali dalam sidang perdana Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir J, pada Senin 17 Oktober 2022. Apa itu obstruction justice?
Mengenal Obstruction of Justice
Mengutip jurnal Pembangunan Hukum Indonesia yang diterbitkan Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, obstruction of justice merupakan perbuatan yang tergolong tindak pidana karena menghalangi atau merintangi proses hukum dalam perkara.
Cornell Law School memerinci obstruction of justice sebagai segala tindakan yang mengancam melalui surat, kuasa, atau komunikasi sambil mempengaruhi, menghalangi. Segala upaya untuk mempengaruhi, menghalangi proses hukum administrasi.
Menurut laman hukumonline.com, tindakan obstruction of justice di Indonesia telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu dalam Pasal 221 KUHP dan Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 221 KUHP, disebutkan pengertian obstruction of justice adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang terbukti berupaya untuk menghalang-halangi suatu proses hukum.
Obstruction of justice dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan melemahkan pembuktian agar tidak terjerat putusan tertentu. Secara normatif, tindakan ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya dalam KUHP dan hukum pidana khusus.
Unsur-unsur Obstruction
Melansir dari publikasi berjudul Obstruction of Justice dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, unsur perbuatan dalam ketentuan itu tentang pemberantasan korupsi secara sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung.
Perbuatan atau percobaan yang dinyatakan sebagai tindak pidana menghalangi proses hukum atau obstruction of justice apabila memenuhi 3 unsur penting, yaitu:
- Tindakan menyebabkan tertundanya proses hukum (pending judicial proceedings).
- Pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya (knowledge of pending proceedings).
- Pelaku melakukan atau mencoba tindakan menyimpang yang bertujuan untuk mengganggu atau mengintervensi proses atau administrasi hukum (acting corruptly with intent). Bahkan, beberapa peradilan di Amerika d tambahkan satu syarat lagi, yakni harus dibuktikan terdakwa memiliki motif untuk melakukan tindakan yang dilakukan.
Baca: Fakta-fakta Penetapan Tersangka Obstruction of Justice di Kasus Brigadir J
Isi Pasal Obstruction of Justice
- Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
- Pasal 221 KUHP
- Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(1) Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
(2) Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
- Aturan di atas tidak berlalu bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.
Update Kasus Ferdy Sambo
Sidang perdana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dengan terdakwa Irjen Ferdy Sambo digelar di Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Selatan pada Senin, 17 Oktober 2022. Jaksa penuntut umum (JPU) dalam dakwaannya mengungkapkan peran penting Sambo dalam kasus tersebut.
Dalam surat dakwaan dengan tebal 97 halaman itu, Sambo mendapatkan dua dakwaan. Pada dakwaan pertama, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu dengan Pasal 340 subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 KUHP. Dalam dakwaan ini Sambo dituding terlibat dalam pembunuhan berencana Brigadir J.
Dalam persidangan tersebut, tampak sambo mengenakan batik coklat dan bermasker hitam. Ia didampingi Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang bergabung dalam tim kuasa hukum Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo Cs. Febri merupakan mantan Juru Bicara dan Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, sedangkan Rasamala eks Tim Biro Hukum KPK.
DANAR TRIVASYA FIKRI
Baca juga: Saat Hendra Kurniawan Jalani Sidang Obstruction of Justice
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.