TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu, 1 Oktober 2022 lalu masih meninggalkan berbagai bekas luka pada sejumlah korban. Terbaru, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban alias LPSK, Hasto Atmojo, menyarankan para korban untuk mengajukan hak ganti rugi atau hak restitusi.
“Rekomendasi kedua, memberikan pemahaman kepada para korban (Tragedi Kanjuruhan) bahwa mereka memiliki hak untuk mengajukan restitusi atas peristiwa pidana yang mengakibatkan kerugian bagi para korban,” kata Hasto dalam Konferensi Pers pada Kamis, 13 Oktober lalu.
Sebagaimana mandat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014, LPSK memiliki tugas untuk melindungi hak-hak saksi dan/atau korban tragedi Kanjuruhan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan.
“(Ganti rugi tersebut termasuk) baik kerugian fisik, kerugian kehilangan harta benda, dan sebagainya,” ujar Hasto menambahkan. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan hak restitusi?
Baca: Kesimpulan TGIPF: Gas Air Mata Penyebab Utama Kematian di Tragedi Kanjuruhan
Hak Restitusi Dapat Berupa Apa Saja?
Merujuk Peraturan Mahkamah Agung atau Perma Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi, hak restitusi merupakan bentuk ganti rugi yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga.
Dalam Pasal 4 peraturan tersebut, dipercinci bahwa bentuk restitusi dapat berupa:
- ganti rugi atas kehilangan kekayaan atau penghasilan;
- ganti rugi baik materiel maupun imateriel akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana;
- penggantian biaya perawatan medis dan psikologis; serta
- kerugian lain yang diderita korban, termasuk biaya transportasi, pengacara, atau biaya lain terkait proses hukum.
Dalam mengajukan hak dan permohonan restitusi tersebut, pemohon harus memenuhi sejumlah persyaratan administratif sebagaimana tertulis dalam Pasal 5, seperti identitas pemohon, identitas korban apabila pemohon bukanlah korban, identitas terdakwa, uraian kerugian, dan besaran restitusi yang diminta.
Apa Perbedaan Hak Restitusi dengan Kompensasi?
Bagi beberapa masyarakat awam, istilah restitusi biasanya dipadankan dengan kompensasi. Padahal, keduanya berbeda apabila merujuk pada peraturan yang berlaku.
Perma Nomor 1 Tahun 2022 menjelaskan apabila restitusi diberikan oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga, kompensasi diberikan oleh negara karena pelaku tindak pidana tidak mampu memberikan ganti rugi sepenuhnya.
Selain perbedaan pemberi ganti rugi, mekanisme pengajuan restitusi dan kompensasi juga berbeda. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa pengajuan restitusi dapat melalui penyidik atau LPSK, sedangkan kompensasi wajib diajukan melalui LPSK.
Sejumlah Saksi Bersedia Memberikan Keterangan Soal Tragedi Kanjuruhan
Walaupun LPSK telah menegaskan bahwa korban Tragedi Kanjuruhan berhak mengajukan restitusi, hingga berita ini ditulis diketahui belum ada korban yang melakukan pengajuan permohonan kepada penyidik ataupun LPSK.
Meskipun begitu, saat konferensi pers kemarin, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyebut bahwa sejumlah saksi bersedia untuk memberi keterangan asalkan diberi jaminan keselamatan dan keamanan serta tiada serangan balik melalui proses hukum.
“Ini kekhawatiran umum dari para saksi dan korban. Mereka mau membantu mengungkap perkara ini (Tragedi Kanjuruhan), tetapi mereka khawati apabila upaya mereka membantu sebagai saksi akan mendapatkan serangan balik atau ancaman,” kata Erwin.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN
Baca juga: Pasca Tragedi Kanjuruhan LPSK Terima 20 Permohonan Perlindungan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.