TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum Richard Eliezer alias Bharada E menilai keterangan resmi yang disampaikan tim kuasa hukum Ferdy Sambo kemarin merupakan pembelaan. Hal itu merupakan hal yang wajar dilakukan seorang advokat yang memaksimalkan pembelaan terhadap kliennya.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Bharada E, Ronny Talapessy mengungkapkan ada beberapa catatan yang perlu disampaikan mengenai keterangan tersebut. Ronny menyebut kliennya yang menjadi justice collaborator dan menjamin Richard tidak akan berbohong.
Ia menjelaskan keberadaan Bharada E sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC) yang diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban tahun 2014. Sesuai dengan UU tersebut, pemberian JC ditetapkan oleh lembaga negara yang bernama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan persyaratan yang ketat.
Oleh karena itu, ketika LPSK sebagai lembaga negara menetapkan Richard sebagai JC, maka tentu saja sudah memenuhi semua persyaratan sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.
“Jadi, bukan karena kehendak kami atau klien kami Bharada E. Yang menetapkan itu lembaga negara yakni LPSK. Artinya, keterangan yang disampaikan Bharada E sudah diuji LPSK dan memenuhi syarat sesuai dengan UU," kata Ronny pada keterangan resminya pada Kamis 13 Oktober 2022.
"Syaratnya pun jelas, bukan soal keadilan bagi semua orang, tapi bukan pelaku utama dan sifat pentingnya keterangan Bharada E dalam mengungkap pembunuhan Brigadir J, dan hasilnya setelah Bharada E memberi keterangan, maka terungkap siapa dalang pembunuhan Brigadir J,” tambahnya.
Ronny menambahkan bahwa pihaknya menyayangkan ketika FS melalui kuasa hukumnya masih saja berkelit dan tidak berempati dalam kasus pembunuhan Brigadir J ini. Dalam skenario kebohongan yang diakui FS sebagaimana yang diungkap tim kuasa hukumnya itu dinilai hanya sebagai sebuah kekeliruan.
Menurut Ronny, pihaknya tidak habis pikir kasus pembunuhan terhadap Brigadir J yang dilakukan secara terencana oleh FS sebagaimana yang diterangkan Bharada E hanya sebagai sebuah kekeliruan. Bukannya dengan meminta maaf dan berempati, FS melalui kuasa hukumnya justru tetap bertahan agar terkesan menjadi “korban” dari peristiwa pembunuhan Brigadir J.
"Saya kira tidak etis dan tidak manusiawi ketika berpikir pembunuhan terencana ini dinilai hanya sebagai sebuah kekeliruan. Coba pikirkan perasaan keluarga korban. Dari kami dan klien kami langsung menyampaikan permintaan maaf dan sungguh merasakan kesedihan keluarga korban Brigadir J," kata Ronny.
"Makanya, keluarga klien kami pun secara khusus meminta maaf lewat tayangan sebuah televisi kepada keluarga korban Brigadir J untuk meminta maaf secara tulus. Beda dengan FS lewat kuasa hukumnya yang sampai sekarang bertahan dan malah membuat dirinya sebagai ‘korban’ dalam kasus ini,” tambahnya.
Sebelumnya, Pengacara Putri Candrawathi, Febri Diansyah mengungkapkan saat Konferensi Pers di Hotel Erian, Jakarta tidak ada perintah penembakan untuk Bharada E kepada Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Febri mengklaim Ferdy Sambo saat hari penembakan hanya meminta Richard menghajar Yosua, bukan menembak.
"Memang ada perintah FS pada saat itu, yang dari berkas yang kami dapatkan itu perintahnya adalah 'hajar, Chad', namun yang terjadi adalah penembakan pada saat itu," kata Febri saat konferensi pers, Rabu 12 Oktober 2022.
Febri mengungkapkan Ferdy Sambo sempat dibuat panik saat Richard malah menembak Yosua. Saat kejadian pun Sambo sempat memerintahkan ajudannya memanggil ambulans setelah penembakan terjadi.
"FS kemudian panik dan meminta memerintahkan ADC. Jadi sempat memerintahkan ADC untuk melakukan memanggil ambulans dan kemudian FS menjemput Ibu Putri dari kamar dengan mendekap wajah bu Putri agar tidak melihat peristiwa dan kemudian memerintahkan RR mengantar Ibu Putri ke rumah Saguling. Ini adalah fase pertama rangkaian peristiwa," kata Febri.
Baca: Kuasa Hukum Bharada E Sebut Ada Perintah Penembakan dari Ferdy Sambo