JAKARTA - Badan Kerja Sama (BKS) Provinsi Kepulauan mendorong agar Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan segera diketok. Ketua BKS Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi mengatakan, apabila RUU Daerah Kepulauan ini disahkan, maka daerah berciri kepulauan akan mampu memetakan, mengelola, dan mengoptimalkan sumber daya hayati di wilayah masing-masing.
"Potensi alam di daerah kepulauan ini tidak kalah banyak dengan daerah yang didominasi daratan," kata Ali Mazi dalam Focus Group Discussion (FGD) RUU Daerah Kepulauan di Jakarta pada Senin, 3 Oktober 2022. Potensi yang dimaksud antara lain, sumber daya perikanan, keanekaragaman hayati, pertambangan, gas, dan sebagainya. "Ada potensi laut yang bernilai triliunan, tetapi karena pembagian ini tidak merata, kami tetap miskin."
Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir (Aspeksindo), Rokhmin Dahuri mengatakan, daerah kepulauan akan terus melarat apabila anggaran dari pemerintah pusat hanya dihitung berdasarkan luas wilayah (daratan) dan jumlah penduduk. Faktanya, daerah kepulauan memiliki luas daratan yang lebih sempit dan jumlah penduduknya pun lebih sedikit, namun tersebar di berbagai pulau.
Rokhmin membeberkan dampak negatif dari disparitas pembangunan yang jomplang tadi. Pulau Jawa menopang 58 persen perekonomian nasional, padahal luasnya hanya 15 persen dari total wilayah Indonesia. Sementara daerah lain yang luasnya 85 persen hanya berkontribusi sebesar 19,5 untuk perekonomian nasional. "Tidak ada alasan untuk menunda pengesahan RUU Daerah Kepulauan ini. Sebab tanpa RUU Daerah Kepulauan, maka alokasi APBN akan terus-menerus ke daerah daratan, yakni pulau Jawa," ujarnya.
Mengenai potensi sumber daya alam, Rokhmin menyampaikan empat cabang potensi industri kelautan, yakni pengembangan bioprospecting, genetic engineering, rekayasa genetic organisme mikro, serta konservasi genetik, spesies, dan ekosistem. Menurut dia, terdapat potensi algae untuk menjadi bahan bakar nabati atau biofuel. Keunggulan bahan bakar berbasis algae ini adalah kemampuan menyerap karbondioksida. Sementara bahan bakar pada umumnya justru melepaskan gas beracun tersebut.
Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Ersti Yulika Sari mengatakan, sumber daya alam di provinsi kepulauan sangat beragam dan berpotensi untuk ditingkatkan nilainya dengan inovasi dan teknologi, termasuk untuk menyokong ketahanan pangan. Contohnya, dari 13 spesies lamun dunia, sepuluh di antaranya ada di Provinsi Kepulauan Riau. "Dan kita tahunya dari orang luar," katanya.
Ersti Yulika Sari mendorong agar generasi muda tertarik mendalami ilmu kelautan dan perikanan untuk menjaga sekaligus menggali keanekaragaman hayati di negeri sendiri. "Perlu kurikulum berbasis keunikan sumber daya alam di provinsi kepulauan, misalkan dengan kurikulum kemaritiman," katanya. "Kita mengajak para pelajar untuk memahami kondisi geografis yang sudah diberikan oleh Tuhan ini. Jangan marah kalau nanti tenaga kerja di daerah kepulauan adalah orang asing."