TEMPO.CO, Jakarta - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan Indonesia tidak ikut dalam antrean 28 negara yang meminta bantuan ke Dana Moneter Internasional (IMF). Puluhan negara tersebut meminta bantuan IMF akibat terdampak krisis global dari pandemi Covid-19 hingga perang Rusia-Ukraina.
"Di IMF sudah ada 28 negara yang masuk untuk memperoleh bantuan, 14 sudah masuk dan 14 dalam proses. Ini magnitude-nya lebih besar dari krisis 1998, di mana itu di beberapa negara ASEAN," ujar Airlangga di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Oktober 2022.
Airlangga mengatakan Indonesia masih bisa bertahan sampai saat ini karena kehati-hatian pemerintah dalam mengambil kebijakan. Politikus Golkar itu mengatakan Presiden Jokowi juga selalu mengingatkan agar pemerintah tidak salah ambil kebijakan seperti Inggris yang membuat mata uang Pound jatuh.
Ditopang Pasar Domestik
Airlangga menyebut Indonesia masih bisa bertahan karena memiliki domestic market yang cukup kuat. Ia menyebut konsumsi dalam negeri membuat pertumbuhan ekonomi tahun depan diprediksi tumbuh antara 4,8-5,2 persen.
Selain itu, Airlangga menyebut Indonesia memiliki faktor core eksternal yang sangat kuat. Hal ini menjadikan Indonesia tidak termasuk dalam negara yang rentan masalah keuangan.
"Bahkan Indonesia adalah negara yang pertumbuhan ekonominya di antara negara G20, nomor dua tertinggi setelah Saudi Arabia. Jadi dari segi faktor eksternal, Indonesia aman," kata Airlangga.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengklaim saat ini sudah ada 28 negara yang sudah antre di markas IMF untuk mengatasi problem ekonominya masing-masing. Hal ini, kata Jokowi, merupakan dampak dari inflasi dan ancaman resesi global yang melanda seluruh dunia akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.
"Saya dapat informasi dari pertemuan di Washington DC ada 28 negara sudah antre di markasnya IMF, menjadi pasien," ujar Jokowi.
Jokowi menyebut Indonesia perlu berhati-hati terhadap ancaman serupa. Oleh karena itu, Jokowi menyebut pemerintah berusaha sekuat tenaga menekan angka inflasi melalui pemberian subsidi langsung ke masyarakat, hingga meminta kementerian dan lembaga melakukan belanja produk dalam negeri.
"Ini yang sekali lagi kita tetap harus menjaga optimisme, tapi yang lebih penting hati-hati dan waspada, eling lan waspodo," kata Jokowi.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.