TEMPO.CO, Jakarta - AJI Indonesia, bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan SAFEnet menyerahkan petisi online ke Kantor Staf Presiden (KSP) perihal pengusutan serangan digital terhadap Narasi.
Petisi yang telah ditandangani lebih dari 16 ribu warga itu, berisi desakan terhadap pemerintah dan aparat hukum untuk mengusut serangan digital terhadap website dan 37 kru serta eks-redaksi Narasi.
“Kami meminta KSP mengawal kasus Narasi yang sudah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, termasuk serangan digital yang pernah menimpa Tempo dan Tirto,” kata Ketua AJI Indonesia, Sasmito dalam keterangan tertulis pada Senin, 10 Oktober 2022.
Petisi diserahkan oleh Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Erick Tanjung, advokat LBH Pers Mustafa, Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto, serta perwakilan Change.org, Ori Sidabutar dan Lendra Persada. Petisi diterima oleh Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani di Jakarta.
Sasmito mengatakan Deputi V KSP yang menangani isu hak asasi manusia (HAM), harus terlibat mengawal pengusutan kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media. Sebab, jurnalis termasuk dalam kategori pejuang HAM yang wajib mendapatkan perlindungan.
Menurut Sasmito, pengungkapan kasus-kasus serangan digital harus dilakukan secara transparan dan imparsial. Artinya, aparat hukum harus memastikan pelaku serangan digital terhadap jurnalis dan media bisa dibawa ke persidangan. Tanpa jaminan itu, ucapnya, semakin memperkuat impunitas terhadap pelaku kejahatan jurnalis. Kekerasan yang sama pun bisa terus berulang.
Berdasarkan catatan AJI, kasus tersebut merupakan serangan digital terbesar yang menimpa media di Indonesia. Tim legal Narasi kemudian melaporkan serangan ini ke Bareskrim Mabes Polri pada 30 September 2022.
Hampir setiap tahun ada puluhan serangan digital terhadap jurnalis
Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto mengungkapkan serangan digital terhadap awak Narasi tidak bisa hanya dipandang semata sebagai satu kasus saja. Menurutnya, kejadian ini perlu dilihat sebagai serangkaian serangan yang saling terkait pada jurnalis dan media di Indonesia.
Damar berujar serangan digital ke jurnalis semakin lama semakin mengkhawatirkan. SAFEnet mencatat pada 2020, ada 26 serangan terhadap jurnalis, kemudian pada 2021 ada 25 serangan. Lalu pada 2022 ini, serangan ke Narasi merupakan jumlah yang paling besar yang tercatat di Indonesia.
"Selama ini para pelaku tidak terungkap dan ini tidak bisa dibiarkan. Ini momentum yang harus digunakan untuk menguak siapa sesungguhnya pelaku serangan digital ini agar terang benderang!" kata Damar.
Adapun Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani berjanji akan mengkoordinasikan kementerian terkait untuk membuat sistem pencegahan agar serangan digital terhadap jurnalis dan media tidak berulang. Terlebih, kata dia, menjelang Pemilu 2024.
Namun Jaleswari meminta agar draf mekanisme pencegahan diusulkan oleh organisasi masyarakat sipil. “KSP akan mengawal hingga menjadi kebijakan di tingkat kementerian atau lembaga terkait," tuturnya.
Jaleswari juga berharap pengusutan serangan digital terhadap Narasi dapat mengungkap siapa pelakunya agar pemerintah tak dianggap melakukan pembiaran. Ia pun meminta Tim Advokasi memberikan bukti pelaporan agar KSP dapat mengawal kasus yang kini ditangani oleh Mabes Polri.
Sebelumnya, AJI Indonesia merilis petisi online pada 28 September 2022. Petisi itu dibuat usai terjadinya rangkaian serangan digital yang menargetkan Narasi. Serangan digital tersebut terdiri dari peretasan aset-aset digital yang menimpa 37 kru dan eks-redaksi serta website Narasi.
Bagi yang ingin bersolidaritas untuk mendukung media independen, petisi tersebut masih bisa ditandatangani melalui tautan: bit.ly/BersamaNarasi.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca: Amnesty Catat Ada 328 Kasus Serangan terhadap Kebebasan Sipil dalam 4 Tahun Terakhir