TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Negeri Pekanbaru menjebloskan Notaris Dewi Farni Djafar ke penjara karena diduga terlibat tindak pidana korupsi di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Pekanbaru, Rabu, 5 Oktober 2022.
Dewi diduga membantu memenuhi syarat permohonan dan pencairan kredit atas penambahan plafon kredit investasi Refinancing yang diajukan debitur PT Barito Riau Jaya kepada PT BNI Pekanbaru sebesar Rp 23 miliar tahun 2008. Akibat kredit fiktif tersebut, keuangan negara mengalami kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.
"Tersangka kami tahan dan titipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru," sebut Plt. Kepala Kejari Pekanbaru Martinus Hasibuan kepada Tempo.co.
Baca: Notaris Tersangka Penggelapan Tanah Keluarga Nirina Zubir Menyerahkan Diri
Kredit Fiktif Ibu Notaris
Perbuatan rasuah ini, diterangkan Martinus, bermula dengan adanya tindak pidana korupsi dalam proses pemberian Kredit Refinancing kepada Debitur PT BRJ sebesar Rp 17 miliar pada 2007, dan Rp 23 miliar pada 2008.
"Dewi berperan membuat atau menandatangani cover note yang isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal ini merupakan perbuatan melawan hukum," ujarnya..
Akibat hal tersebut akhirnya PT BNI SKC Pekanbaru mengabulkan permohonan kredit tersebut yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 22.650.000.000," kata Martinus.
Atas perbuatannya itu, tersangka Dewi Farni Djafar dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal (3) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 56 ayat (1) KUHP.
Dilansir dari Antara, dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp 37 miliar ini, enam tersangka telah divonis bersalah. Di antaranya, Esron Natitupulu sebagai Direktur Utama PT BRJ, tiga pegawai BNI Atok Yudianto, ABC Manurung, dan Dedi Syahputra.
Selain itu kasus ini juga menjerat dua mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp 17 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp 23 miliar.
Kasus ini bermula sewaktu Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp 40 miliar ke BNI 46 Cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi (Kuansing).
Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil penyelidikan, sebagian tanah yang diagunkan bahkan tidak ada.
Dalam pengembangan kasus ini, terungkap kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta berhektare tanah di daerah Riau.
ANNISA FIRDAUSI
Baca: Pegawai BRI Mengakali Data Nasabah untuk Pengucuran Kredit Fiktif Rp 2,2 Miliar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.