TEMPO.CO, Jakarta - Salah seorang pendukung Arema FC, Totok Prasetyo, menyebutkan adanya kesalahpahaman antara Aremania dengan aparat kepolisian yang mengakibatkan pecahnya Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Menurut dia, sejumlah suporter yang turun ke lapangan pada akhir pertandingan awalnya justru ingin memberikan semangat kepada para pemain yang baru saja merasakan kekalahan dari Persebaya Surabaya.
Totok yang ikut menonton pertandingan itu menceritakan peristiwa tersebut bermula ketika para pemain Arema FC mencoba menyapa suporter yang berada di tribun.
"Terus mereka (suporter) turun, nah mungkin dari segi aparat banyak yang masih muda-muda mungkin cara menanganinya suporter seperti dianggap seperi orang orang demo. jadi mungkin dipikir pada anarkis, enggak gitu," ujarnya ketika dihubungi, Senin, 3 Oktober 2022.
Pria berusia 31 tahun itu mengaku melihat kejadian itu dari jauh. Pasalnya, saat itu dia duduk di tribun VIP bersama pacarnya. Dia menyatakan bahwa dukungan kepada para pemain itu dilakukan suporter karena pada malam itu, rekor tak pernah kalah Arema FC dari Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan yang bertahan selama 23 tahun pecah. Arema kalah 2-3 pada laga tersebut.
Polisi dan Aremania saling serang
Totok pun melihat peristiwa serang menyerang antara anggota polisi dengan sejumlah Aremania di lapangan. Yang membuat dia heran, saat itu polisi langsung menembakkan gas air mata ke arah tribun, bukan ke arah suporter yang berada di lapangan.
"Pada pukul 22.30 sudah banyak suporter lari ke aparat, aparat mundur, aparat maju lari ngejar, suporternya mundur. Kayak benteng-bentengan. Polisi nembak gas air mata ke tribun selatan dan utara, sekali tembak itu ada yang pecah jadi 3 gas air matanya, saya merekam yang satu yang gede ditembak ke tribun utara belakangnya gawang, jelas sekali," ujarnya.
Setelah polisi melepaskan gas air mata, menurut dia, situasi menjadi semakin mencekam. Suporter berhamburan bahkan ada yang sampai menghancurkan pagar pembatas tribun VIP demi menyelamatkan diri.
Berhasil keluar dari stadion, Totok melihat suporter Arema menyerang kendaraan Polisi. Dia mengaku sempat memotret momen perusakan mobil polisi tersebut dengan telepon seluler miliknya. Namun ia justru diserang oleh suporter tersebut dengan dalih agar kejadian perusakan tersebut tidak ada buktinya.
"HP saya sempat mau dirampas, tapi karena saya bawa pacar saya mereka melepaskan saya katanya ada ceweknya jangan diserang," kata dia.
Pintu stadion ditutup karena ingin menyelamatkan tim Persebaya Surabaya
Dia pun sempat mendengar kabar soal pintu di berbagai tribun yang sengaja tak dibuka. Menurut dia, saat itu polisi menutup pintu karena akan mengevakuasi para pemain dan ofisial Persebaya Surabaya. Polisi khawatir suporter Arema yang keluar stadion justru menyerang rombongan tim tamu.
"Kalau saya dapat informasi, ya kan temen saya banyak yang anggota (polisi), saya dengar karena mengantisipasi Aremania ini biar nggak keluar, malah nyerang Persebaya di luar," kata Totok. "Katanya biar Aremania biar nggak nunggu Persebaya masuk terus diserang."
Kabar soal pintu yang tertutup itu dibenarkan oleh seorang suporter Arema FC lainnya, Eko Arianto. Dia mengaku melihat secara jelas bahwa saat kejadian hanya satu pintu stadion yang dibuka oleh panitia pertandingan, yaitu Pintu 14.
“Semua pintu ditutup. Hanya Pintu 14 yang dibuka,” katanya.
Eko yang saat kejadian berada di luar stadion mengaku sempat melihat Pintu 10 stadion dijebol oleh penonton sementara di Pintu 13, Aremania keluar dari lubang ventilasi. Pintu 13 itu disebut merenggut banyak korban.
"Pintu 13 semacam kuburan massal. Aku nggak kuat....,” ucapnya kemudian terisak.
Akibat Tragedi Kanjuruhan ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dan 9 komandan Brimob Polda Jawa Timur. Sebanyak 28 anggota polisi pun menghadapi pemeriksaan kode etik.
HAMDAN CHOLIFUDIN ISMAIL| NUGROHO CATUR PAMUNGKAS (Jakarta)| EKO WIDIANTO (Malang)