Di luar Jakarta, sekelompok pasukan Batalion L juga menculik Brigjen TNI Katamso Darmokusumo, Komandan Korem 072/Pamungkas dan Kolonel Raden Sugiyono Mangunwiyoto, Kepala Staf Korem 072/Kodam VII/Diponegoro dari rumah dinas masing-masing.
Keduanya disiksa dan dibunuh, lalu dimasukkan ke sebuah lubang di tengah rawa di belakang Markas Batalion L di Kentungan, sekitar 6 kilometer sebelah utara Kota Yogyakarta.
Petugas membersihkan kawasan Monumen Pancasila Sakti jelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Selasa, 28 September 2021. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila akan diselenggarakan pada tanggal (1/10) di lokasi tersebut. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Pagi hari tepat 1 Oktober 1965 suasana sepi namun tegang. Sintong bersama beberapa personel RPKAD yang tengah bersiap-siap akan diberangkatkan menjadi relawan ke Kuching, Malaysia, mendadak dipanggil Feisal Tanjung.
Ia bersama para komandan kompi di RPKAD kemudian menghadap Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Mereka diberi tahu bahwa suasana negara genting, sejumlah perwira tinggi di tubuh TNI menghilang.
Alih-alih bertugas ke Kuching, mereka diperintahkan mencari keberadaan para jenderal yang hilang dan memulihkan situasi keamanan di Jakarta. Khususnya merebut kembali kantor RRI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, yang sempat dikuasai kelompok G30S, serta Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur.
Temuan Saksi Bisu Sumur Tua Lubang Buaya
Pada tanggal 3 Oktober 1965, RPKAD menerima laporan intelijen bahwa para jenderal dibawa ke Desa Lubang Buaya. Informasi itu adalah kesaksian Agen Polisi Dua Sukitman, yang sempat diculik pasukan Pasopati ketika berpatroli tanggal 1 Oktober 1965 subuh di dekat rumah jenderal DI Panjaitan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sukitman berhasil kabur dari sekapan penculiknya dan melarikan diri ke Markas Komando RPKAD di Cijantung, Jakarta Timur.
Tentunya suasana Desa Lubang Buaya pada tahun 1965 tak seramai seperti sekarang. Saat itu wilayah di timur Jakarta ini masih senyap dan berupa kebun dan hutan gelap-gulita. Termasuk hutan karet.
Di Desa Lubang Buaya tercatat hanya terdapat 13 rumah yang terpencar jauh satu sama lain. Satu kawasan hanya dihuni tiga rumah dan satu sumur. Kondisi itulah dimanfaatkan para simpatisan PKI dan menjadikan basis berkumpul serta mengusir warga.
Tak mudah bagi pasukan RPKAD menemukan titik lokasi tempat penyekapan, penyiksaan, dan pembunuhan para jenderal itu. Lebih-lebih, Sukitman tak tahu persis tempatnya. Dibantu warga, pasukan Sintong menyisir seluruh tempat yang ada di desa itu.
Berjam-jam menyisir seringkali mereka menemukan gundukan tanah yang diduga sebagai timbunan baru, tapi gagal. Baru setelah itu ada seorang warga menunjukkan tempat lain di bawah area pohon pisang, berupa sumur tua yang sudah ditimbun dan disamarkan.
“Jangan-jangan para korban yang dicari diceburkan di sumur itu,” kenang Sintong dalam bukunya. Ia pun meminta semua personel Peleton 1 Kompi Tanjung terus menggali lubang secara bergantian dengan warga.
Ditemukan timbunan dedaunan segar, batang pohon pisang dan pohon lainnya. Mereka semakin yakin lubang itu adalah lubang jenazah para jenderal ditimbun karena menemukan potongan kain yang biasa digunakan sebagai tanda oleh pasukan Batalion Infanteri 454/Banteng Raider dari Jawa Tengah dan Batalion Infanteri 530/Raiders dari Jawa Timur. Baru di kedalaman 8 meter tercium bau busuk.
Malam semakin larut, seorang personel RPKAD berteriak ketika menemukan kaki yang tersembul ke atas dari dalam timbunan. Sintong meminta penggalian terus dilakukan dengan hati-hati hingga jasad bertumpuk terlihat agak jelas di kedalaman 12 meter.
Temuan itu langsung dilaporkan kepada Feisal Tanjung dan diteruskan kepada Panglima Kostrad Mayjen Soeharto. Esok paginya, 4 Oktober 1965 digelar evakuasi dengan menerjunkan pasukan penyelam KKO.
Di area lokasi sumur tua di Lubang Buaya, tempat ditemukannya jasad korban G30S tersebut saat ini dijadikan monumen dan museum Kesaktian Pancasila atas prakarsa mendiang Presiden ke-2, Soeharto.
IDRIS BOUFAKAR
Baca juga : Menapaki Jejak Keterlibatan CIA dalam G30S
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.