TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta agar Tragedi Kanjuruhan diselidiki oleh tim independen. Kerusuhan pasca laga antra Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, itu menurut YLKI tak boleh ditelusuri oleh PSSI.
“YLKI mendesak untuk dibentuk tim investigasi independen, bukan tim yang dibentuk oleh PSSI. Sebab dalam kasus ini, PSSI adalah pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban,” kata Tulus Abadi dalam keterangan tertulis, Ahad, 2 Oktober 2022.
Arema FC diminta bertanggungjawab
Tulus mengucapkan duka mendalam terhadap korban dan keluarga korban yang meninggal dalam peristiwa ini. Ia mendesak tragedi ini harus diusut tuntas, dari mulai penyelenggaran, pemilihan tempat, sampai tindakan di lapangan oleh kepolisian.
Tulus juga menuntut penyelenggara, khususnya manajemen Arema FC untuk bertanggung jawab, baik secara perdata dan atau bahkan pidana. Secara perdata, katanya, manajemen dan penyelenggara harus memberikan kompensasi dan ganti rugi terhadap korban dan keluarga korban.
PSSI didesak berikan sanksi keras
Selain itu, YLKI juga mendesak PSSI untuk memberikan sanksi keras pada klub yang suporternya melakukan tindakan pelanggaran. Sanksi itu, menurut dia, bisa berupa degradasi ke divisi kedua.
“Tragedi ini hanya akan membuat wajah dan dunia sepak bola Indonesia makin terpuruk dan berpotensi dikenai sanksi keras oleh FIFA,” kata Tulus.
Kerusuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur terjadi pasca laga BRI Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya yang berakhir dengan skor 2-3. Sebanyak 129 orang dikabarkan meninggal dan 180 orang lainnya masih dalam perawatan.
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta menyatakan bahwa kerusuhan itu bermula ketika sekitar tiga ribu suporter turun ke lapangan pasca pertandingan. Mereka tidak puas dengan kekalahan tim kesayangannya di kandang sendiri.
"Dari 40 ribu penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan," kata Nico dalam konferensi pers Ahad, 2 Oktober 2022.
Aremania, sebutan untuk suporter Arema FC, disebut menyerang pemain dan ofisial. Melihat kondisi itu, menurut Nico, petugas keamanan berupaya melakukan pencegahan agar para suporter tidak mengejar pemain dan ofisial.
Aparat keamanan lantas melepaskan gas air mata untuk membubarkan para suporter. Menurut Nico, penembakan gas air mata dilakukan karena para pendukung tim berjuluk Singo Edan dinilai telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.
Penggunaan gas air mata oleh polisi itu membuat massa bubar. Mereka pun akhirnya berdesak-desakan di pintu keluar stadion hingga mengalami sesak karena kekurangan oksigen.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan penggunaan gas air mata di dalam stadion itu menyalahi aturan FIFA. Mereka pun mendesak agar pelanggaran tersebut diusut dengan tuntas.
Akibat Tragedi Kanjuruhan itu, Presiden Jokowi memerintahkan agar kompetisi BRI Liga 1 dihentikan sementara. PT Liga Indonesia Baru pun telah menyatakan seluruh pertandingan ditiadakan untuk satu pekan ke depan.
EKA YUDHA SAPUTRA | ANTARA