TEMPO.CO, Malang - Korban Tragedi Kanjuruhan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Sabtu malam kemarin, 1 Oktober 2022, bertambah menjadi 129 orang. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan sebanyak 18 diantaranya belum teridentifikasi.
“18 jenazah tanpa identitas,” kata Khofifah dalam pernyataan di Mapolres Malang, Ahad 2 Oktober 2022.
Khofifah menjelaskan pendataan korban jiwa akibat kerusuhan laga BRI Liga 1 antara Arema FC kontra Persebaya Surabaya tersebut terus bertambah. Sebanyak 180 korban menjalani perawatan di sejumlah Rumah Sakit di Malang. Sedangkan penanganan intensif dilakukan di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Peralatan dan tenaga medis di RSSA relatif lengkap. Semua dilayani dan biaya ditanggung Pemprov Jawa Timur,” katanya.
Khofifah menilai Pemerintah Kabupaten Malang telah menangani korban dengan baik. Yakni, mendistribusikan korban yang butuh perawatan ke rumah sakit umum daerah dan rumah sakit swasta dengan cepat. “Kami fokus penanganan korban,” kata Khofifah.
Khofifah bersama Kapolda Jatim, Pangdam V Brawijaya dan Bupati Malang melihat penanganan korban di RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Termasuk menjenguk korban di area kritis.
Tragedi Kanjuruhan itu terjadi pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022 pasca laga Arema FC vs Persebaya Surabaya yang berakhir dengan skor 2-3. Aremania, sebutan untuk suporter Arema FC, tak terima dengan kekalahan tim kesayangannya dari musuh abadi mereka tersebut.
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta menyatakan suporter kemudian masuk ke lapangan dan menyerang para pemain timnya sendiri dan official. Polisi pun kemudian membubarkan massa dengan cara melepaskan gas air mata.
Hal itu membuat Massa berdesakan keluar stadion. Mereka disebut mengalami sesak nafas akibat kekurangan oksigen.
Penggunaan gas air mata oleh kepolisian itu mendapatkan kecaman dari Indonesia Police Watch (IPW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mereka menyebut hal itu sebagai pelanggaran atas ketentuan FIFA dalam hal pengendalian massa di dalam stadion. Mereka menyatakan bahwa penggunaan gas air mata, dan juga senjata api, di larang dalam aturan FIFA.
Selain itu, YLBHI juga menilai ada penggunaan kekerasan berlebihan oleh anggota kepolisian dalam kejadian itu. Mereka pun meminta agar tragedi ini diselidiki oleh tim independen.
Akibat Tragedi Kanjuruhan ini, Presiden Jokowi memerintahkan agar ajang BRI Liga 1 dihentikan sementara. Hal itu diperlukan untuk mengevluasi prosedur pengamanan pertandingan. PT Liga Indonesia Baru bahkan langsung menyatakan seluruh pertandingan ditiadakan hingga satu pekan ke depan.