Sugeng juga menyatakan bahwa polisi sempat melepaskan tembakan gas air mata secara membabi buta ke arah penonton. Hal itu membuat penonton panik sehingga berdesakan ke luar stadion.
"Akibatnya, banyak penonton yang sulit bernapas dan pingsan. Sehingga, banyak jatuh korban yang terinjak-injak di sekitar Stadion Kanjuruhan Malang," kata dia.
Karena itu, IPW mendesak agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat. Dia menilai Ferli harus bertanggung jawab dalam mengendalikan pengamanan pada pertandingan antara tuan rumah Arema FC Malang melawan Persebaya Surabaya itu.
Selain itu, Sugeng juga meminta agar Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta memproses pidana panitia penyelenggara pertandingan. Dia tak ingin tragedi Kanjuruhan ini menguap seperti kejadian pada laga Piala Presiden 2022 di Bandung Juni lalu.
"Jatuhnya korban tewas di sepakbola nasional ini, harus diusut tuntas pihak kepolisian. Jangan sampai pidana dari jatuhnya suporter di Indonesia menguap begitu saja seperti hilangnya nyawa dua bobotoh di Stadion Gelora Bandung Lautan Api pada bulan Juni lalu," kata Sugeng.
Kronologi tragedi Kanjuruhan versi polisi
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta menyatakan bahwa tragedi Kanjuruhan itu bermula ketika sekitar tiga ribu suporter turun ke lapangan pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya. Mereka tidak puas dengan kekalahan tim kesayangannya dengan skor 2-3 di kandang sendiri.
"Dari 40 ribu penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan," kata Nico dalam konferensi pers Ahad, 2 Oktober 2022.
Para suporter Arema FC itu disebut berupaya mencari pemain dan ofisial. Melihat kondisi itu, menurut Nico, petugas keamanan berupaya melakukan pencegahan agar para suporter tidak mengejar pemain dan ofisial.
Selanjutnya, Polisi lepaskan gas air mata, penonton menumpuk di pintu keluar