TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrat buka suara ihwal kasus dugaan gratifikasi terhadap kadernya yang juga merupakan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY, menduga ada intervensi elemen negara dalam kasus ini.
AHY mengatakan telah berkomunikasi dengan Lukas untuk menggali informasi dan meminta klarifikasi. Setelah mendengar penjelasan Lukas, AHY mencoba mencermati apakah kasus yang menimpa Lukas murni soal hukum atau ada muatan politiknya.
“Kami menelaah secara cermat, apakah dugaan kasus Pak Lukas ini murni soal hukum atau ada pula muatan politiknya. Mengapa kami bersikap seperti ini? Karena Partai Demokrat memiliki pengalaman berkaitan dengan Pak Lukas Enembe,” kata AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Kamis, 29 September 2022.
AHY beberkan intervensi negara terhadap Lukas Enembe
AHY mengatakan pada 2017, Partai Demokrat pernah membela Lukas saat ada intervensi dari elemen negara. Dia menyebut elemen negara ini berupaya memaksakan seseorang bakal calon Wakil Gubernur untuk mendampingi Lukas dalam Pilkada 2018.
Menurut AHY, penentuan calon Gubernur dan wakilnya merupakan kewenangan Partai Demokrat. Apalagi, kata dia, kala itu partai berlambang Bintang Mercy ini bisa mengusung calonnya sendiri.
“Ketika itu Pak Lukas diancam untuk dikasuskan secara hukum apabila permintaan pihak elemen negara itu tidak dipenuhi,” ujarnya.
Selanjutnya, AHY menyebut pada 2021 saat Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, meninggal dunia, upaya intervensi dari elemen negara ini kembali muncul. Tuntutannya masih sama, yakni memaksakan calon Wakil Gubernur yang dikehendaki oleh elemen negara ini.
“Saat itu pun kami melakukan pembelaan secara politik terhadap Pak Lukas. Kami berpandangan, intervensi dan pemaksaan semacam ini tidak baik untuk demokrasi kita,” kata dia.
Demokrat permasalahkan penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka
Adapun AHY menyebut penetapan tersangka oleh KPK terhadap Lukas dilakukan tanpa pemeriksaan. Mulanya, AHY menyebut pasal yang disangkakan terhadap Lukas adalah UU Tindak Pidana Korupsi pasal 2 dan 3. Kemudian Lukas dijerat dengan pasal baru, yakni pasal 11 atau 12 tentang delik gratifikasi.
“Pada tanggal 5 September 2022, tanpa pemeriksaan sebelumnya, Pak Lukas langsung ditetapkan sebagai tersangka. Beliau dijerat dengan pasal baru, yakni pasal 11 atau 12 UU Tipikor tentang delik gratifikasi,” kata dia.
KPK menetapkan Lukas menjadi tersangka gratifikasi Rp 1 miliar. KPK menduga gratifikasi itu hanyalah pintu masuk untuk kasus lain yang ditengarai melibatkan Lukas. Kasus ini disinyalir berupa korupsi ratusan miliar rupiah dan pencucian uang.
Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan telah menelusuri transaksi mencurigakan di rekening Lukas dan keluarganya. Lukas disebut sempat bertransaksi hingga sekitar Rp 560 miliar di sebuah kasino di luar negeri. Selain itu, Lukas juga disebut pernah membeli barang-barang mewah seperti arloji. PPATK pun telah memblokir 11 rekening terkait Lukas dan keluarganya.
Adapun lembaga antirasuah tersebut masih berupaya memeriksa Lukas Enembe. Lukas sudah dipanggil dua kali. Pertama sebagai saksi pada 12 September 2022 dan sebagai tersangka pada 26 September 2022. Lukas tidak menghadiri kedua panggilan itu dengan alasan sakit. Gubernur Papua itu pun hanya mengutus pengacara
IMA DINI SHAFIRA | ROSSENO AJI