INFO NASIONAL –Taman Ismail Marzuki (TIM) telah berubah total setelah direvitalisasi. Sebagian besar bangunan lama kini tampil dengan wajah baru. Gubernur DKI Anies Baswedan menyatakan, tujuan revitalisasi untuk meningkatkan kualitas fasilitas di berbagai sisi, seperti elemen ruang, furnitur, efektivitas ruang, ergonomi, hingga fasilitas untuk penyandang difabel. Intinya, fasilitas yang ada diselaraskan dengan kebutuhan pertunjukan masa sekarang.
Dengan revitalisasi ini, TIM diharapkan menjadi gelanggang seni yang dapat melahirkan berbagai karya besar yang menjadi perhatian global. “Mereka yang nantinya akan menandai bahwa dari Indonesia hadir seniman-seniman hebat, mewakili nama kita di gelanggang dunia. Hal ini juga kesempatan bagi kita untuk mengundang seluruh dunia beserta tampil di tempat ini. Sebagai sebuah karya yang menandai Jakarta sebagai kota global dan sebuah karya yang menandai komitmen kami dalam mendukung kegiatan seni dan budaya," tutur Anies usai menyaksikan pergelaran perdana seni di Gedung Graha Bhakti Budaya pascarevitalisasi, Jumat, 23 September 2022.
Menurut Anies, terdapat sejumlah fasilitas baru di TIM untuk menyalurkan gairah seni dan budaya di ibu kota. "Ada fasilitas seni budaya yang mencerminkan posisi Jakarta sebagai salah satu tempat sentral," ucapnya.
Perbedaan mencolok TIM dibanding sebelum revitalisasi tampak di gedung panjang yang dinamakan Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta saat Taman Ismail Marzuki diresmikan pada 10 November 1968. Uniknya, gedung yang didesain arsitek Andra Matin --peraih Aga Khan Award 2022 berkat karya arsitekturnya di Bandar Udara Banyuwangi-- ini didasarkan notasi lagu Ismail Marzuki, Rayuan Pulau Kelapa.
Di lantai 8-14 gedung inilah berada Perpustakaan Jakarta yang lagi hits di kalangan anak-anak muda dan Pusat Dokumentasi Sastra H. B. Jassin yang auditoriumnya kerap digunakan sebagai tempat kumpul komunitas seni. Selain itu, ada pula Galeri Emiria Soenassa serta Galeri S. Sudjojono yang merupakan tempat pameran seni rupa. “Di sini pula kami sediakan Wisma Seni buat tempat penginapan seniman-seniman dari daerah yang akan tampil di TIM, sehingga mereka tetap dapat berlatih di sini,” kata Gubernur Anies dalam pidatonya (23/9).
Baca Juga:
Sedangkan di seberang Gedung Ali Sadikin, berdiri Gedung Trisno Soemardjo. Bangunan berlantai lima yang berbentuk huruf U ini terdapat Planetarium dan Teater Bintang. Di samping itu, ada pula Teater Wahyu Sihombing, Teater Asrul Sani, Teater Syuman Djaya, Kineforum yang memutar film-film alternatif, Teras Danarto, serta Galeri Cipta 1 dan 2.
Adapun bangunan lama yang tersentuh proyek revitalisasi antara lain Masjid Amir Hamzah, gedung parkir, Graha Bhakti Budaya, dan Teater Halaman. Setelah revitalisasi, luas ruang terbuka di kawasan TIM pun bertambah 27 persen. Ruang terbuka ini berada di lahan parkir lama. Sementara area parkir saat ini berlokasi di bawah tanah. Jalan masuk mobil dan pejalan kaki pun dipisah. Untuk mewadahi latihan seni, TIM menyediakan area teater semi-outdoor.
Revitalisasi TIM telah dimulai sejak 2019. Proyek revitalisasi digarap oleh Jakarta Propertindo atau Jakpro. Direktur Utama PT Jakarta Propertindo, Widi Amanasto, mengatakan bahwa proyek ini mengadopsi budaya luhur Indonesia.
“Misalnya Gedung Perpustakaan dan Wisma Seni mengadopsi bentuk arsitektur rumah panggung. Area lantai dasar dibuat terbuka, seolah mengangkat massa bangunan seperti halnya rumah panggung khas Indonesia. Terdapat pula taman berundak di lantai atas yang menyerupai terasering. Pada façade perforated Gedung Perpustakaan dan Wisma Seni bermotif tumpal dari corak kain batik Betawi, serta bentukan precast pada fasad yang terinspirasi dari tangga nada lagu ‘Rayuan Pulau Kelapa’ ciptaan Ismail Marzuki,” tutur Widi.
Gubernur Anies menampik syakwasangka bahwa TIM akan dikomersialkan. "Di sini dilakukan peningkatan mutu dan kualitas. Ini dilakukan tanpa disertai dengan komersialisasi, Tapi justru dengan mengalokasikan dana yang cukup untuk kegiatan kebudayaan," ujarnya.
Anies menegaskan, tidak ada komersialisasi dalam proyek revitalisasi TIM. Menurutnya, negara memiliki peran dalam menghadirkan fasilitas dan kebutuhan masyarakat agar dapat memberi manfaat. "Komersialisasi terjadi bila dia dituntut untuk mencari untung. Bila tidak dituntut mencari untung, kita membutuhkan fleksibilitasnya sebagai sebuah organisasi yang bisa mengelola aktivitas seni di tempat ini,” tambahnya.
Anies berharap, agenda pengembangan kegiatan seni dan budaya di TIM dapat terus berlanjut. Ia juga mengimbau agar pengalokasian dana untuk kebudayaan tetap terjaga. "Tolong bantu dikawal, supaya besok-besok alokasi anggaran untuk kegiatan kebudayaan, alokasi anggaran untuk kegiatan kesenian, tidak mengalami pengurangan, bahkan harus mengalami penambahan di kemudian hari," pungkasnya. (*)