INFO NASIONAL - Dewan Pakar Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri BPIP, Dr. Darmansjah Djumala, MA mengapresiasi pidato Menteri Luar Negeri Indonesia Retno L.P Marsudi dalam Sidang Majelis Umum PBB (SMU-PBB) di New York, AS, 26 September 2022.
Dalam pidatonya, Menlu Reto menyoroti kondisi dunia yang dihadapkan pada krisis dan permasalahan. Antara lain ekonomi dunia melambat, pandemik terus berlanjut, dan perang berkecamuk. Banyak negara yang lebih mementingkan kompetisi daripada kolaborasi. Lebih mengutamakan penolakan daripada keterlibatan dalam dialog.
Baca Juga:
Karena itu, Menlu Retno mengimbau dunia mengadopsi paradigma baru berbasis multilateralisme: menghidupkan kembali semangat perdamaian, menghidupkan kembali tanggung jawab untuk pemulihan global dan meningkatkan kemitraan regional.
Menurut Djumala, tawaran Menlu Retno tersebut mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pidato Menlu Retno mengingatkan pada pidato serupa oleh Presiden Soekarno pada 30 September 1960. Pidato Bung Karno berjudul “To Build the World A New” (Membangun Dunia Baru) tersebut mengenalkan Pancasila kepada peserta Sidang Majelis Umum PBB.
Di tengah dunia yang dihantui oleh tarikan kepentingan dan rivalitas dua ideologi besar yang hegemonik dalam konteks Perang Dingin, Bung Karno menawarkan sila-sila Pancasila agar menginspirasi Piagam PBB.
“Sebab, Pancasila mengandung nilai universal dalam fatsun relasi hubungan antar-negara, apa pun ideologinya. Pancasila adalah Ideologi Perdamaian. Dengan nilai-nilai universalnya, Pancasila adalah ideologi yang mendekatkan dan mempersatukan”, tutur Djumala.
Pernyataan tegas Menlu Retno di SMU-PBB yang sarat dengan nilai Pancasila itu bersesuaian dengan kiprahnya dalam diplomasi multilateral beberapa tahun terakhir. Menlu Retno adalah Co-Chair program Covax (Covid-19 Vaccines Global Access) Facility, program pengadaan dan alokasi vaksin di bawah WHO. Diplomasi kesehatan senafas dengan sila 2 Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
“Ketika Menlu Retno berhasil mempertemukan dua pihak yang berseteru, Menlu AS dan Menlu Rusia di Bali, itu hasil dari pendekatan Indonesia yang memang menggunakan pendekatan dialog dan musyawarah seperti dititahkan sila ke-4 Pancasila,” kata Djumala. (*)