TEMPO.CO, Medan -Kecelakaan pesawat selalu menjadi tragedi yang memilukan. Korban yang ditimbulkan dalam sebuah kecelakaan selalu terbilang tidak sedikit.
Di Indonesia, beberapa kecelakaan tragis pesawat tak jarang terjadi, salah satunya tragedi Pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 152 yang terjadi 25 tahun yang lalu. Bagaimana kronologinya?
Kronologi Kecelakaan GA 152
Hari itu Jumat, 26 September 1997, akan menjadi hari yang tidak pernah dilupakan, khususnya oleh keluarga korban. Pesawat Garuda Indonesia GA 152 jurusan Jakarta - Medan mengudara di langit Indonesia. Pesawat jenis Airbus A300-B4 itu celaka di langit Sibolangit saat hendak mendarat di Bandara Polonia Medan, Sumatra Utara.
Tercatat 234 orang menjadi korban, terdiri dari 222 orang penumpang dan 12 awak pesawat tewas.
Dikutip dari rri.co.id, kecelakaan naas tersebut terjadi di Desa Buah Nabar, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pada pukul 13.30 WIB pada 26 September 1997. Tragedi itu disebabkan Pesawat GA 152 yang menabrak tebing dengan sudut nyaris 90 derajat. Lokasi kecelakaan berada sekitar 32 km dari Bandara Polonia.
Tabrakan membuat pesawat Garuda tersebut hancur, patah dan terbakar. Seluruh penumpang berjumlah 222 orang (dua warga Inggris, satu Prancis, enam Malaysia, empat orang Jerman, dua orang Amerika, dan dua Quebec Kanada), dan 12 awak pesawat tak ada yang selamat. Sebagian jasad korban yang identitasnya tak dikenali dimakamkan di Monumen Membramo, Medan.
Yang memilukan, 48 mayat yang ditemukan dalam kecelakaan itu berada dalam keadaan hangus sehingga sulit untuk diidentifikasi. Akhirnya, korban-korban malang tersebut dimakamkan di monumen membramo di Medan, yang mana 61 korban dari Musibah Fokker F28 Garuda Indonesia 1979 juga dimakamkan disana. Sisanya, 186 mayat telah diidentifikasi dan di kembalikan ke keluarga mereka untuk dimakamkan pribadi.
Penyebab
Faktor penyebab kecelakaan diduga akibat pandangan pilot Rachmo Wiyoga atau kopilot Sutomo yang terganggu oleh asap. Saat kecelakaan terjadi, kota Medan memang sedang diselimuti kabut asap tebal akibat pembakaran hutan.
Selain itu, National Transportation Safety Board (NTSB) atau Dewan Keselamatan Transportasi Nasional di Amerika Serikat juga merilis laporan resmi terkait penyebab kecelakaan tersebut. Penyebab yang mereka ungkap adalah:
- Pesawat GA 152 berbelok ke kanan bukan ke kiri seperti yang diperintahkan oleh ATC di 6:30:04.
- Pesawat GA 152 turun di bawah ketinggian ditetapkan dari 2.000 kaki (610 m) dan kemudian mengenai puncak pohon di 1.550 kaki (472 m) di atas permukaan laut.
Tercatat, kecelakaan pesawat Garuda Indonesia GA 152 tersebut juga menewaskan Yanto Tanoto, Presiden Direktur pulp dan rayon perusahaan PT Inti Indorayon Utama Polar. Selain itu, dua wartawan Liputan 6 SCTV yaitu Ferdinandus Sius dan Yance Iskandar juga tak luput menjadi korban.
Pasca Tragedi
Selepas tragedi memilukan tersebut, beberapa keluarga korban menuntut tanggung jawab dari pihak terkait atas kerugian yang dialami. Gugatan pertama diajukan oleh Nolan Law Group di Chicago, Illinois pada tanggal 24 September 1998 dengan nama penumpang Amerika Serikat Fritz dan Djoeminah Baden.
Tuntutan hukum tambahan yang diajukan di pengadilan negara bagian dan federal di Chicago terkait dengan lebih banyak korban dari Indonesia, Jerman, Inggris, Italia, dan Australia. Satu-satunya terdakwa dalam tuntutan hukum itu Sundstrand Corporation (sekarang menjadi Hamilton Sundstrand Corporation), perusahaan yang merancang dan memproduksi sistem peringatan pendekatan tanah atau GPWS (Ground Proximity Warning System) yang dipasang pada Airbus 300.
Para penggugat menuduh bahwa GPWS itu dirancang tidak sempurna, bahwa produsen menyadari kekurangan dalam daerah pegunungan selama lebih dari satu dekade, dan memiliki sistem bekerja seperti yang dirancang bisa menghindari kecelakaan.
Data Rekaman Penerbangan mengungkapkan bahwa peringatan dari GPWS terdengar hanya lima detik sebelum pesawat melakukan kontak dengan pepohonan. Ketika pilot segera menarik jet untuk menanjak alarm hanya terdengar sekali dan langsung terpotong pepohonan.
Jika alarm memenuhi standar desain internasional dan terdengar antara 18 dan 23 detik sebelum insiden, kecelakaan pesawat itu mungkin dapat dihindari.
DANAR TRIVASYA FIKRI
Baca juga : Pesawat Austria Jatuh, Pilot dan Penumpang Hilang Tanoa Jejak